Pertanyaan:
Perkenalkan nama saya Umar dari
Pasuruan, saya mempunyai permasalahan tentang pertanahan. Di desa kami ada tanah
bengkok untuk Kepala Desa. Pada
masa kepemimpinan kades yang lama, tanah tersebut digunakan untuk perumahan
warga ± 40 m2. Pertanyaan saya, bisakah
tanah tersebut dibalik nama menjadi tanah milik warga yang menempati? Jika
tidak bisa dibalik nama, bagaimana cara untuk mengembalikan tanah tersebut ke
pihak Desa? Terima kasih semoga CSWS dan Derap
Desa selalu Jaya.
Jawaban:
Bapak Umar yang baik, solusi untuk
urusan pertanahan memang relatif sulit, karena banyak permasalahan di lapangan.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang
Desa, Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 4 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Kekayaan Desa, dan Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa,
menjadi landasarn yurisidis untuk menyelsaikan kasus tersebut.
Tanah bengkok merupakan bagian dari Tanah Desa. Tanah Desa adalah barang
milik desa bisa berupa tanah bengkok, kuburan dan titisara. Tanah desa adalah
suatu lahan yang dimiliki oleh Pemerintah Desa dan dikelola untuk kegiatan
usaha desa sehingga menjadi salah satu sumber pendapatan Desa yang bersangkutan
dan tanah
desa merupakan bagian dari kekayaan desa. Kekayaan desa adalah barang milik desa yang berasal dari kekayaan asli
Desa, dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran pendapatan dan Belanja Desa
atau perolehan hak lainnya yang sah.
Keberadaan tanah bengkok merupakan bagian tanah desa yang diberikan
kepada perangkat desa termasuk diberikan kepada kepala desa dalam masa
jabatannya untuk dapat dimanfaatkan dan digunakan dalam menunjang tugas, fungsi
dan wewenangnya. Diharapkan dengan tanah bengkok tersebut, kesejahteraan kepala
desa dapat terjamin. Jika masa
jabatannya berakhir maka tanah bengkok tersebut harus diserahkan kepada
penggantinya untuk digunakan dan dimanfaatkan. Hal ini berarti keberadaan tanah bengkok tidak boleh
dialihkan kepada pihak lain tanpa persetujuan BPD. Berdasarkan kasus
tersebut diatas, perlu dipertanyakan apakah Kepala Desa dalam mengalihkan tanah
bengkok kepada warganya untuk kepentingan perumahan melalui prosedur
persetujuan BPD. Jika itu terjadi dan tanpa melalui prosedur persetujuan BPD, maka pengalihan tersebut ada cacat hukum dan
warga tidak berhak mengajukan tanah tersebut sebagai tanah miliknya karena pada
dasarnya tanah itu adalah tanah bengkok dan merupakan aset desa. Langkah yang
perlu dilakukan tidak membutuhkan adanya balik nama untuk kembali ke desa,
karena warga yang menempati tanah tersebut tidak memiliki atas hak, dan tetap tanah itu merupakan tanah
desa dan langkah selanjutnya perlu dilakukan pengaturan secara mendetail
tentang tanah tersebut dalam peraturan desanya. Demikian jawaban dari
kami, semoga dapat membantu mencari penyelesaian masalah yang Bapak hadapi.
Selamat membangun desa.