Assalamualaikum Wr. Wb
Salam kenal CSWS FISIP Universitas Airlangga. Saya adalah salah seorang perangkat desa di Trenggalek.
Permasalahan saya berkaitan dengan bantuan sosial yang bermasalah. Pada tahun 2013, Jasmas dari salah satu anggota
dewan sekaligus fungsionaris partai X memberi bantuan kepada desa saya, untuk nominal tidak diberitahukan, yang akan dialokasikan
untuk renovasi masjid desa.
Pada waktu itu saya dipanggil bersama rekanan, bilang saya disuruh melengkapi semua material
peralatan untuk pembuatan mushola itu, karena kebetulan saya takmirnya.
Akhirnya saya talangi dulu, ngebon dari toko-toko, setelah selesai
kegiatan di lapangan, ternyata sepeser pun saya tidak mendapat apa-apa, bahkan
sampai sekarang. Kemudian saya mengadu ke Pak Bupati. Karena memang tidak ada
pendukung yang kuat, secara tertulis, jadi kami semua sadar Bapak, mohon
difasilitasi dipertemukan saja, tapi sampai saat ini tidak mau. Bagaimana saya harus
bersikap mengingat dana talangan dan ada beberapa hutang yang sampai sekarang
membebani kinerja saya?. Mohon Solusinya, terima kasih CSWS FISIP Universitas
Airlangga dan Derap Desa.
Khoiri, Trenggalek
Jawaban:
Waalaikumsalam Wr.Wb
Bapak Imron yang baik.
Kami turut prihatin atas permasalahan yang menimpa Bapak.
Memang menjadi dilema saat ada niat baik untuk kepentingan desa, namun tidak
sesuai dengan kenyataan di lapangan. Kami memberikan pandangan pada dua hal
yang pertama aspek yuridis yaitu aspek hukum dan aspek etika politik. Aspek
hukum merujuk pada:
- Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan
- Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan daerah
- Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
- Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang- undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
Secara
hukum, harus dikaji pertama, tidak dimungkinkan adanya pencairan dana seperti
kasus di atas tanpa ada perjanjian kesepakatan antara keduabelah pihak (MOU).
Yang kedua, apakah dana tersebut sudah dianggarkan dalam APBD, karena jika
tidak dianggarkan maka pencairan tidak bisa dilakukan. Dengan kata lain,
legalitas sangat diperlukan yaitu perbuatan hukum tertulisnya sangat dibutuhkan
dalam melakukan perbuatan hukum apapun termasuk dalam kasus diatas. Jika ini
tidak ada, maka tidak ada perlindungan hukum terhadap tindakan-tindakan yang
dilakukan dalam mengerjakan perbaikan mushola. Hal ini secara hukum,
orang-orang DPRD yang menjanjikan pemberian dana, tidak bisa dituntut secara
hukum karena tidak ada perjanjian tertulisnya. Tindakan yang bisa dilakukan
adalah melakukan pendekatan personal kepada DPRD agar menunjukkan itikad baik
berkaitan dengan bantuan tersebut sehingga dana tersebut dapat dicairkan untuk
menutupi kerugian dari dana talangan yang sudah dikeluarkan. Pendekatan
personal tersebut berdasarkan kepatutan yang seharusnya dilakukan anggota
DPRD-nya kepada masyarakatnya yang harus dilindunginya. Kepatutan dalam Hukum
Administrasi masuk dalam pendekatan perilaku (fungsionaris), pejabat pemerintahan
itu termasuk anggota DPRD harus berperilaku yang baik dalam melayani
masyarakatnya.
Secara etika politik, tindakan anggota dewan tersebut
tidak menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia karena sarat akan
kepentingan politik. Program charity seperti kasus yang Bapak alami seharusnya
dilakukan dengan ikhlas dan tanggungjawab. Akar etika politik bahwa kebaikan
senantiasa didasarkan kepada hakikat manusia sebagai makhluk beradab dan
berbudaya. Seharusnya aparat pemerintah menyadari bahwa selain legitimasi hukum
dan legitimasi demokrasi juga harus berdasar pada legitimasi moral. Pejabat
yang beretika tidak akan melakukan penyalagunaan jabatan. Etika politik bertujuan untuk memberdayakan
mekanisme kontrol masyarakat terhadap pengambilan kebijakan para pejabat agar
tidak menyalahi legitimasi moral. Semoga kasus ini dapat menjadi pembelajaran
bersama untuk tidak mudah termakan janji-janji yang penuh kepentingan politik
yang merugikan khalayak banyak. Demikian tanggapan dari kami, semoga dapat
membantu.