MENGENAL
DESA : REGULASI, MASYARAKAT , KULTUR DAN KEPEMIMPINANNYA SERTA UPAYA PEMBERDAYAANNYA MELALUI DIKLAT CAPACITY
BUILDING” “
ABSTRAKSI
Sejak lama desa diyakini sebagai
unit terkecil sistem pemerintahan tempat segala kegiatan kemasyarakatan, berbangsa
dan bernegara berlangsung secara intens dan massif.
Dengan adanya regulasi terbaru tentang desa yaitu
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Kepala Desa memiliki tugas,
wewenang, kewajiban, hak dan tanggung jawab yang lebih kompleks dalam pengelolaan
rumah tangganya yang tidak pernah sama lagi dengan masa sebelumnya.
Sebagaimana diamanatkan regulasi
yang baru ini bahwa dalam perjalanan
ketatanegaraan Republik Indonesia, Desa telah berkembang dalam berbagai bentuk
sehingga perlu dilindungi dan diberdayakan agar menjadi kuat, maju, mandiri,
dan demokratis sehingga dapat menciptakan landasan yang kuat dalam melaksanakan
pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera.
Oleh karena itu terhadap Kepala Desa sebagai penyelenggara pemerintahan desa
dilakukan Capacity Building (Membangun Kapasitas) Training yang diselenggarakan
oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur bekerjasama dengan CSWS Airlangga secara
subtansial bertujuan untuk meningkatkan pemahaman tentang esensi UU No 6 tahun
2014 dengan segala kompleksitas permasalahan, dinamika perubahan masyarakat
serta alternative solusinya.
Mengingat bahwa
Kepala Desa yang berasal dari berbagai latar belakang kultur, pendidikan,
pengalaman dan daerah yang berpengaruh besar terhadap perilaku keseharian mereka di diklat,
metodologi pembelajaran yang dilaksanakan berorientasi pada tujuan akhir. Pengembangan metode pembelajaran antara lain
dengan : case study dengan kasus riil yang relevan, aspek perluasan pemahaman
berdasarkan 5C ( context, content, construct, correlation dan comparison), aspek
pendalaman pemahaman dengan 5W+H (what, when, where,who, why dan how), outdoor
learning (dengan penugasan yang sama namun dilaksanakan diluar kelas) dan
dengan penguatan “spiritual leadership” yang berusaha menyentuh sisi terdalam
hati nurani peserta melalui pendekatan spiritual.
Training of Capacity Building ini pada akhirnya yang ingin dicapai adalah perubahan pola
pikir atau mindset Kepala Desa yang menjadi fokus sasaran utama proses diklat
ini. Sehingga proses
perubahan paradigma menjadi kata kunci dalam sebuah tujuan akhir pembelajaran
termasuk didalamnya “ Training of
Capacity Building” bagi para Kepala Desa yang diselenggarakan oleh
Pemerintah Provinsi Jawa Timur bersama CSWS Universitas Airlangga Surabaya.
Antusias Peserta Diklat Desa (Dokumentasi CSWS) |
MENGENAL DESA : REGULASI, MASYARAKAT , KULTUR DAN KEPEMIMPINANNYA SERTA UPAYA PEMBERDAYAANNYA MELALUI DIKLAT
“CAPACITY BUILDING”
1. Mengenal
Desa
Sejak lama desa diyakini
sebagai unit terkecil sistem pemerintahan tempat segala kegiatan
kemasyarakatan, berbangsa dan bernegara berlangsung secara intens dan massif,
tidak hanya di Indonesia namun hampir di seluruh dunia. Desa, atau udik, menurut definisi
"universal", adalah sebuah aglomerasi permukiman di area perdesaan (rural).
Di Negara Barat yang
secara cultural berbeda dengan negara-negara Timur konsep “village” memang sedikit berbeda namun tetap memiliki esensi yang
sama. Di Provinsi Otsuka (Jepang) pemberdayaan di tingkat desa juga sedemikian
kuatnya sehingga semangat memberdayakan masyarakat melalui konsep “one village,
one product” pernah diadopsi dan digalakkan beberapa tahun yang lalu di
Jawa Timur meskipun tidak berlanjut. Di Filippina, desa disebut sebagai “barangay” yang menjadi cikal bakal
proses demokratisasi, partisipasi masyarakat, pembangunan dan pemerataan
pembangunan bagi masyarakat.
Sementara itu desa di
Indonesia memiliki makna khusus baik secara definisi, cultural, lokalitas, dan
realitas. Di Indonesia, istilah desa adalah pembagian wilayah administratif
di Indonesia di bawah kecamatan, yang dipimpin oleh Kepala
Desa. Sebuah desa merupakan kumpulan dari beberapa unit pemukiman
kecil yang disebut kampung (Banten, Jawa Barat) atau dusun (Yogyakarta) atau
banjar (Bali) atau jorong (Sumatera Barat). Kepala Desa dapat disebut dengan nama lain
misalnya Kepala Kampung atau Petinggi di Kalimantan
Timur, Klèbun di Madura, Pambakal di Kalimantan Selatan, dan Kuwu di Cirebon, Hukum Tua di Sulawesi Utara. Sejak diberlakukannya otonomi daerah Istilah desa
dapat disebut dengan nama lain, misalnya di Sumatera
Barat disebut dengan istilah
nagari, di Aceh dengan istilah gampong, di Papua dan Kutai
Barat, Kalimantan
Timur disebut dengan istilah kampung. Begitu pula segala
istilah dan institusi di desa dapat disebut dengan nama lain sesuai dengan
karakteristik adat istiadat desa tersebut. Hal ini merupakan salah satu
pengakuan dan penghormatan Pemerintah terhadap asal usul dan adat istiadat
setempat. Regulasi atau aturan
perundang-undangan tentang desa di Indonesia juga beberapa kali mengalami
perubahan seiring dengan perubahan zaman.
Regulasi terbaru tentang desa
sebagaimana tertuang dalam UU Nomor 6 tahun 2014 pasal 1 menyatakan bahwa desa
adalah ……..desa dan desa adat atau yang
disebut dengan nama yang lain, selanjutnya disebut desa adalah kesatuan
masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan
mengurus unsur pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan
prakarsa masyarakat, hak asal-usul dan atau hak tradisional yang diakui dan
dihormati oleh system Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dengan demikian
memaknai desa haruslah komprehensif dan holistic, dan tidak semata secara fisik
tetapi minimal dengan mempertimbangkan aspek-aspek cultural, tata nilai, norma,
etika, sosiologis, leadership dan dinamika perubahan yang terjadi didalamnya.
2. Kepala Desa : perubahan tentang aspek
leadership di tingkat desa
……a
leadership is a vision, nothing more to say…. (Peter F.Drucker)
Pastilah banyak
konsepsi dan definisi tentang kepemimpinan terutama pada tingkat desa tetapi
premis manajemen tentang kepemimpinan oleh Peter F.Drucker sebagaimana dikutip
diatas sangat mutlak diimplementasikan.
Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tetang Desa, kewenangan Desa meliputi
kewenangan di bidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan
Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa
berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan adat istiadat Desa. Kepala Desa bertugas menyelenggarakan
Pemerintahan Desa, melaksanakan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa,
dan pemberdayaan masyarakat Desa.
Wewenang Kepala Desa Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
tetang Desa pasal 26 ayat (2):
a.
memimpin
penyelenggaraan Pemerintahan Desa;
b.
mengangkat
dan memberhentikan perangkat Desa;
c.
memegang
kekuasaan pengelolaan Keuangan dan Aset Desa;
d.
menetapkan
Peraturan Desa;
e.
menetapkan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa;
f.
membina
kehidupan masyarakat Desa;
g.
membina
ketenteraman dan ketertiban masyarakat Desa;
h.
membina
dan meningkatkan perekonomian Desa serta mengintegrasikannya agar mencapai
perekonomian skala produktif untuk sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat Desa;
i.
mengembangkan
sumber pendapatan Desa;
j.
mengusulkan
dan menerima pelimpahan sebagian kekayaan negara guna meningkatkan kesejahteraan
masyarakat Desa;
k.
mengembangkan
kehidupan sosial budaya masyarakat Desa;
l.
memanfaatkan
teknologi tepat guna;
m.
mengoordinasikan
Pembangunan Desa secara partisipatif;
n.
mewakili
Desa di dalam dan di luar pengadilan atau menunjuk kuasa hukum untuk
mewakilinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
o.
melaksanakan
wewenang lain yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Hak Kepala Desa dalam
melaksanakan tugasnya berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tetang Desa
pasal 26 ayat (3):
a.
mengusulkan
struktur organisasi dan tata kerja Pemerintah Desa;
b.
mengajukan
rancangan dan menetapkan Peraturan Desa;
c.
menerima
penghasilan tetap setiap bulan, tunjangan, dan penerimaan lainnya yang sah,
serta mendapat jaminan kesehatan;
d.
mendapatkan
pelindungan hukum atas kebijakan yang dilaksanakan; dan
e.
memberikan
mandat pelaksanaan tugas dan kewajiban lainnya kepada perangkat Desa.
Kewajiban Kepala Desa dalam
melaksanakan tugasnya berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tetang Desa
pasal 26 ayat (4):
a.
memegang
teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, serta mempertahankan dan memelihara keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika;
b.
meningkatkan
kesejahteraan masyarakat Desa;
c.
memelihara
ketenteraman dan ketertiban masyarakat Desa;
d.
menaati
dan menegakkan peraturan perundang-undangan;
e.
melaksanakan
kehidupan demokrasi dan berkeadilan gender;
f.
melaksanakan
prinsip tata Pemerintahan Desa yang akuntabel, transparan, profesional, efektif
dan efisien, bersih, serta bebas dari kolusi, korupsi, dan nepotisme;
g.
menjalin
kerja sama dan koordinasi dengan seluruh pemangku kepentingan di Desa;
h.
menyelenggarakan
administrasi Pemerintahan Desa yang baik;
i.
mengelola
Keuangan dan Aset Desa;
j.
melaksanakan
urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Desa;
k.
menyelesaikan
perselisihan masyarakat di Desa;
l.
mengembangkan
perekonomian masyarakat Desa;
m.
membina
dan melestarikan nilai sosial budaya masyarakat Desa;
n.
memberdayakan
masyarakat dan lembaga kemasyarakatan di Desa;
o.
mengembangkan
potensi sumber daya alam dan melestarikan lingkungan hidup; dan
p.
memberikan
informasi kepada masyarakat Desa.
Esensi pasal 26, 27 dan
seterusnya yang mengatur tentang Kepala Desa dalam Undang-Undang Nomor 6 tahun
2014 secara eksplisit menyebutkan betapa kompleksnya kewenangan, hak dan
tanggung jawab Kepala Desa dalam hal mengelola rumah tangga desanya. Terdapat beberapa aspek yang perlu
dipertimbangkan dalam penyelenggaraan pemerintahan desa, yaitu :
1.
Kepastian hukum
2.
Tertib penyelenggaraan pemerintahan
3.
Proporsionalitas, profesionalitas dan
akuntabilitas
4.
Tertib kepentingan umum dan keterbukaan
5.
Partisipasi, keberagaman dan kearifan
lokal
6.
Efektifitas dan efisiensi
Tugas, wewenang,
kewajiban, hak dan tanggung jawab sesuai dengan regulasi terbaru tentang desa
tersebut memberikan pengaruh besar
terhadap Kepala Desa bahwa pengelolaan rumah tangga dengan segala kompleksitas
dan perubahan didalamnya, tidak pernah sama lagi dengan masa sebelumnya.
Kepemimpinan akan
menuntut beberapa aspek terhadap Kepala Desa sebagai “leader of village” yaitu fungsi sebagai :
1.
decision maker
2.
problem solver
3.
resources allocator
4.
future designer
bagi desa, masyarakat dan tata nilai
yang ada didalamnya.
3.
Training of Capacity Building
Manajemen modern
mensyaratkan adanya 4 (empat) unsur profesionalitas, yaitu :
1.
kompetensi
2.
kapasitas
3.
kapabilitas
4.
kredibilitas
sebagai salah satu unsur dominan dalam
pembentukan profesionalisme dalam pengelolaan desa, maka sudah sepatutnya
Kepala Desa dibekali dengan unsur membangun kapasitas dalam dirinya, selain
kompetensi, kapabilitas dan kredibilitas dari masyarakat yang dipimpinnya. Hal
demikian dalam rangka untuk mewujudkan
Kepala Desa yang mampu melaksanakan pemerintahan dan pembangunan menuju
masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera.
Capacity Building
(Membangun Kapasitas) Training yang diselenggarakan oleh Pemerintah Provinsi
Jawa Timur bekerjasama dengan CSWS Airlangga secara subtansial bertujuan untuk meningkatkan
pemahaman tentang esensi UU No 6 tahun 2014 dengan segala kompleksitas
permasalahan, dinamika perubahan masyarakat serta alternative solusinya. Pendidikan dan pelatihan pasti bukan hanya
berorientasi jangka pendek dan solutif untuk menyongsong impementasi Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2014 semata, namun orientasi jangka panjangnya diharapkan mampu
berperan sebagai “Implementasi Road Map” atau bahkan “Implementation Guide Blue
Print” untuk menterjemahkan regulasi terbaru tentang desa tersebut dalam
realitasnya.
Tantangan desa akan
mencakup kompeksitas :
a.
lokalitas dan globalitas (termasuk
Masyarakat Ekonomi Asean 2015)
b.
perubahan system tata nilai dalam
masyarakat desa (nilai, norma, moral dan etika pada umumnya)
c.
perubahan kultural secara umum (etika,
artefak, mentefak, ipsefak dan belief di masyarakat desa)
d.
perubahan paradigma tentang kebangsaan,
kemasyarakatan dan dominasi persepsi tentang materialism, konsumtivisme dan
hedonism
e.
degradasi daya juang, permasalahan
kenegaraan yang ditonton masyarakat desa dan masih lemahnya peran kelembagaan
desa memperjuangkan komunitas desa
f.
merebaknya media social (TV, gadget,
medsos lainnya) yang mempengartuhi pola hidup, pola pikir dan perilaku
masyarakat desa
g.
urbanisasi, melemahnya lembaga adat dan
merebaknya narkoba, pergaulan melewati batas keadaban dan lainnya
4.
Metodologi Pembelajaran Training of
Capacity Building
Tujuan akhir akan
sangat menentukan berhasil tidaknya sebuah kegiatan termasuk diklat, sebagaimana
aspek kedua dalam disiplin “the 8 Habits
of the Most Effective People “(Stephen R. Covey) yang berbunyi ……begin with the end in mind (mulailah dari
tujuan akhir). Tujuan akan lebih efektif dan efisien untuk
dicapai bila bersifat “SMART” (specific,
measurable, achievable, relevant dan
timely)
Secara faktual pasti
pembelajaran saat ini telah memenuhi unsur dan kaidah metodologi pembelajaran,
namun tetap tersedia ruang untuk memperkaya metodenya antara lain dengan :
1. case
study dengan kasus riil yang relevan
2. aspek
perluasan pemahaman berdasarkan 5C ( context, content, construct, correlation
dan comparison)
3. aspek
pendalaman pemahaman dengan 5W+H (what, when, where,who, why dan how)
4. outdoor
learning (dengan penugasan yang sama namun dilaksanakan diluar kelas)
5. penguatan
“spiritual leadership” yang berusaha menyentuh sisi terdalam hati nurani peserta
melalui pendekatan spiritual
mengingat bahwa subyek pembelajar
(Kepala Desa) adalah seorang “street smart” yang berasal dari berbagai latar
belakang kultur, pendidikan, pengalaman dan daerah yang berpengaruh besar
terhadap perilaku keseharian mereka di diklat.
5.
Everything is a change of paradigm
……
Pada akhirnya tujuan
akhirlah yang menjadi penentu setiap kegiatan, apapun bentuknya. Mainstream, nawaitu atau tujuan akhir itulah
yang menjadi pemandu bagaimana diklat ini hendak dilaksanakan. Metode, kurikulum, silabus, atau apapun
istilahnya adalah sekedar instrument untuk mencapai tujuan.
Pada akhirnya perubahan
pola pikir atau mindset Kepala Desa lah yang menjadi fokus sasaran utama proses
diklat ini. Sebagaimana teori “Gunung Es/
Iceberg Theory” dari Spencer and
Spencer yang menyatakan bahwa apa yang Nampak di permukaan gunung es
seorang manusia (pengetahuan, ketrampilan dan perilaku) hanyalah sebuah
fenomena atau akibat dari sebuah kedalam gunung es manusia yaitu “causa prima” yang berupa :
1. Watak/ karakter
2. Mental model
3. Motivasi
Sehingga proses perubahan paradigma
menjadi kata kunci dalam sebuah tujuan akhir pembelajaran termasuk didalamnya “
Training of Capacity Building” bagi para
Kepala Desa yang diselenggarakan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur bersama
CSWS Universitas Airlangga Surabaya.
Mengutip pendapat Peter
M. Senge dalam “the Fifth Discipline” bahwa tidak akan pernah ada
perubahan paradigm manusia tanpa menerapkan beberapa disiplin kunci yang
disebut “Disiplin Kelima” yaitu :
1.
Systems Thinking
2.
Personal Mastery
3.
Mental models
4.
Building Shared Vision
5.
Team Learning
Sehingga patut pula dipertimbangkan
dengan seksama pendapat senada tentang perubahan paradigm, sebagaimana kata
bijak Mahatma Gandhi :
……..hati-hati dengan pikiranmu,
pikiranmu menentukan ucapanmu …..
……hati-hati dengan ucapanmu, ucapanmu
menentukan tiindakanmu……
…hati-hati dengan tindakanmu, tindakanmu
menentukan kebiasaanmu …..
…..hati-hati dengan kebiasaanmu,
kebiasaanmu menentukan hidupmu…… dan…
…….hati-hati dengan hidupmu, hidupmu
menentukan takdirmu……
Surabaya. 30 Januari 2015
Dr. DJONY HARIJANTO, MDM
DAFTAR
PUSTAKA
The Peter F. Drucker and Masatoshi Ito Graduate
School of Management. 2010. Drucker Differece, New York.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Stephen R. Covey. 2010. The 8 Habits of The Most Efective
People, New York.
Peter M. Senge, dalam Modul Pembelajaran Diklatpim 2 oleh
LAN-RI Tahun 2009.
Strategi
Pengembangan Diri, Personal Development Training,
Jakarta 2006.