Implementasi
Kebijakan Alokasi Dana Desa: Studi Implementasi Kebijakan
Alokasi
Dana Desa di Desa Semanding Kecamatan Semanding Kabupaten Tuban
Nanang
Haryono, S.IP.,M.Si.[1]
Abstraks
Kebijakan alokasi
dana desa (ADD) memberi harapan besar pada pemerintah desa untuk mampu
melaksanakan pembangunan secara lebih luas. Kebijakan ADD lahir dari
bergulirnya gerakan reformasi yang berujung pada perubahan kebijakan pada
pemerintahan dari sentralisasi ke desentralisasi melalui penerapan otonomi
daerah. Pelaksanaan otonomi otonomi daerah didasarkan
pada pengesahan UU No. 32 Th 2004 tentang pemerintahan daerah. Melalui program
otonomi daerah diharapkan sinergi pemerintah, masyarakat, dan swasta terbangun
untuk mewujudkan good governance.
Pada perkembangan dinamika pemerintahan desa Pemerintah Indonesia telah
mengesahkan Undang-Undang (UU) Nomor 6 tahun 2014 tentang desa yang diikuti
oleh Peraturan
Pemerintah (PP) 43 tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU N0 6 tahun 2014
tentang Desa dan PP 60 tahun 2014 tentang Dana Desa yang bersumber dari APBN.
Kebijakan ini merupakan titik balik pembangunan desa yang sebelumnya menjadi
obyek pembangunan untuk kedepan pemerintah desa dapat menjadi subyek
pembangunan. Tulisan ini merupakan hasil penelitian penulis tentang implementasi
kebijakan ADD di Desa Semanding Kecamatan Semanding Kabupaten Tuban pada Tahun
2013. Tujuan penelitian ini adalah (1) menjelaskan implementasi
kebijakan alokasi dana desa di Desa Semanding Kecamatan Semanding Kabupaten
Tuban dan (2) menjelaskan
faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan alokasi dana desa
di Desa Semanding Kecamatan Semanding Kabupaten Tuban. Fakta yang mendasari
penelitian ini adalah berdasarkan data pada tahun anggaran 2012
Pemkab Tuban menyiapkan dana ADD Rp
17.380.000.000, terserap Rp 6.805.554.000 permasalahannya dari 311 desa, tercatat 182 desa belum menyampaikan laporan
pertanggung jawaban (LPJ) ADD sehingga dana tahun 2012
tidak dicairkan. Penelitian ini ingin
mengungkap best practice implementasi
ADD di Desa Semanding. Metodologi yang digunakan adalah kualitatif dengan
pendekatan studi kasus. Hasil penelitian implementasi kebijakan ADD pada Desa
Semanding berjalan baik. Faktor-Faktor yang mempengaruhi implementasi adalah komunikasi,
kemampuan sumber daya, sikap pelaksana, struktur birokrasi, partisipasi warga, lingkungan
serta ukuran dan tujuan kebijakan.
Kata kunci: Alokasi dana desa,
implementasi, otonomi daerah.
A. Pendahuluan
Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi
dasar pelaksanaan otonomi daerah yang mengatur hubungan kewenangan pusat dan
daerah untuk lebih fokus pada organisasi pemerintahan daerah. Otonomi daerah
diharapkan mampu meningkatkan relasi masyarakat, negara dan privat sehingga
terbangun sinergi dalam mewujudkan good
governance. Kebijakan pemerintah dalam
upaya membangun desa telah mengalami dinamika yang menarik untuk diperhatikan
utamanya terkait dengan dana alokasi dana desa (ADD). Perkembangan regulasi
tentang desa mengalami perkembangan dimana Pemerintah
Indonesia telah mengesahkan Undang-Undang (UU) Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa
(UU Desa) pada bulan Januari 2014. Pada bulan Juni 2014 diikuti oleh Peraturan
Pemerintah (PP) 43 tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU N0 6 tahun 2014
tentang Desa dan PP 60 tahun 2014 tentang Dana Desa yang bersumber dari APBN. Pada
2014 disusul disahkannya Permendagri No 111 Tahun 2014 tentang Pedoman Teknis
Penyusunan, Permendagri No.112 Th. 2014 tentang Pemilihan Kepala Desa,
Permendagri No.113 Th. 2014 Tentang Pengelolaan Keuangan Desa, Permendagri
No.114 Th. 2014 Tentang Pedoman Pembangunan Desa. Pada tahun 2015 disahkan
Permendesa No 1 Th 2015 tentang Hak Asal Usul, Permendesa No 2 Th 2015 tentang Musyawarah Desa, Permendesa
No 3 Th 2015 tentang Pendampingan Desa, Permendesa No 4 Th 2015 tentang Bumdes, Permendesa No 5 Th 2015
tentang Dana Desa. Kebijakan berkaitan dengan pemerintah desa merupakan titik
balik pembangunan desa yang sebelumnya menjadi obyek pembangunan untuk kedepan
pemerintah desa dapat menjadi subyek pembangunan.
ADD merupakan upaya meningkatkan peran pemerintah desa dalam membangun
wilayahnya. ADD dimaksudkan untuk membiayai program pemerintahan desa dalam
melaksanakan kegiatan pemerintahan dan pemberdayaan masyarakat desa. Wilayah
desa yang merupakan salah satu daerah otonom perlu ditingkatkan perannya dalam
membangun masyarakat. Hal ini didasarkan
fakta bahwa penduduk miskin sebagian besar tinggal di desa. Jumlah
penduduk Indonesia menurut data Badan Pusat Statistik Indonesia (BPS) 2014 pada
website http://www.bps.go.id/ adalah 237 641 326 jiwa. Data tersebut meruakan
data hasil survai tahun 2010. Sampai dengan september 2013 data penduduk miskin
di desa adalah 17,92 juta jiwa sekitar 7,5% adalah miskin. Berikut adalah
paparan penduduk miskin Indonesia berdasarkan data BPS.
Tabel 1
Jumlah
Penduduk Miskin, Persentase Penduduk Miskin dan Garis Kemiskinan
di
Indonesia, 2010-2013
Tahun
|
Jumlah Penduduk Miskin
(Juta Orang)
|
Persentase Penduduk
Miskin
|
Garis Kemiskinan
(Rp/Kapita/Bulan)
|
|||||
Kota
|
Desa
|
Kota+Desa
|
Kota
|
Desa
|
Kota+Desa
|
Kota
|
Desa
|
|
2010
|
11,1
|
19,93
|
31,02
|
9,87
|
16,56
|
13,33
|
232989
|
192354
|
Maret 2011
|
11,05
|
18,97
|
30,02
|
9,23
|
15,72
|
12,49
|
253016
|
213395
|
Sep-11
|
10,95
|
18,94
|
29,89
|
9,09
|
15,59
|
12,36
|
263594
|
223181
|
maret 2012
|
10,65
|
18,49
|
29,13
|
8,78
|
15,12
|
11,96
|
267408
|
229226
|
Sep-12
|
10,51
|
18,09
|
28,59
|
8,6
|
14,7
|
11,66
|
277382
|
240441
|
Mar-13
|
10,33
|
17,74
|
28,07
|
8,39
|
14,32
|
11,37
|
289042
|
253273
|
Sep-13
|
10,63
|
17,92
|
28,55
|
8,52
|
14,42
|
11,47
|
308826
|
275779
|
Sumber data: http://www.bps.go.id.
akses 15 Januari 2015. data diolah
Berdasarkan data diatas jumlah
penduduk miskin yang hidup di pedesaan masih cukup besar yaitu 17,92 juta jiwa
dengan garis kemiskinan Rp. 275.779,00 per bulan. Pada
konteks ini melalui kebijakan ADD menempatkan desa sebagai suatu organisasi
pemerintahan yang secara politis memiliki kewenangan luas untuk mengurus dan mengatur warga atau komunitasnya.
Suksesnya pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintahan desa penting
dalam menunjang kesuksesan pembangunan nasional. Desa menjadi garda terdepan
dalam menggapai keberhasilan dari segala urusan dan program dari pemerintah.
Paper ini merupakan hasil penelitian
penulis tentang implementasi kebijakan ADD di Desa Semanding Kecamatan
Semanding Kabupaten Tuban pada tahun 2013. Regulasi yang mendasari tulisan ini
juga menyesuaikan dengan kondisi sosial politik pada saat penelitian dilakukan.
Kebijakan alokasi dana desa diatur
dalam PP No. 72 tahun 2005 tentang Desa. Berdasarkan regulasi tersebut Desa diberi pengertian sebagai
kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang
untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan
asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem
Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sumber
pendapatan desa berdasarkan pasal 212 ayat (3) Undang- Undang Nomor 32 Tahun
2004 terdiri dari :
a. Pendapatan Asli Desa, meliputi :
- hasil usaha desa;
- hasil kekayaan desa;
- hasil swadaya dan partisipasi;
- hasil gotong royong;
- lain-lain pendapatan asli desa yang sah.
b. Bagi hasil pajak daerah dan retribusi
daerah Kabupaten/Kota;
c. Bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang
diterima oleh Kabupaten/Kota;
d. Bantuan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah
kabupaten/Kota;
e. Hibah dan sumbangan dari pihak ketiga[2].
Lebih lanjut
pasal 68 Peraturan
Pemerintah Nomor 72
tahun 2005 menyebutkan bahwa
sumber pendapatan desa terdiri atas[3]:
1. pendapatan asli desa, terdiri dari hasil usaha desa, hasil
kekayaan desa, hasil swadaya dan partisipasi, hasil gotong royong, dan
lain-lain pendapatan asli desa yang sah;
2. bagi hasil pajak daerah Kabupaten/Kota paling sedikit 10%
(sepuluh per seratus) untuk desa dan dari retribusi Kabupaten/Kota sebagian
diperuntukkan bagi desa;
3. bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang
diterima oleh Kabupaten/Kota untuk Desa paling sedikit 10% (sepuluh per
seratus), yang pembagiannya untuk setiap Desa secara proporsional yang
merupakan alokasi dana desa;
4. bantuan keuangan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan
Pemerintah Kabupaten/Kota dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan;
5. hibah dan sumbangan dari pihak ketiga yang tidak mengikat.
Ketentuan pasal
tersebut diatas mengamanatkan kepada Pemerintah Kabupaten untuk mengalokasikan
dana perimbangan yang diterima Kabupaten
kepada Desa-desa dengan memperhatikan prinsip keadilan dan menjamin adanya
pemerataan. Sejalan dengan hal tersebut Sadu Wasistiono[4]
menyatakan bahwa pembiayaan atau keuangan merupakan faktor essensial dalam
mendukung penyelenggaraan otonomi desa, sebagaimana juga pada penyelenggaraan
otonomi daerah. Sejalan dengan pendapat yang mengatakan bahwa “autonomy“ identik dengan “auto
money“, maka untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri desa
membutuhkan dana atau biaya yang memadai sebagai dukungan pelaksanaan
kewenangan yang dimilikinya.
Implementasi kebijakan Alokasi Dana Desa Kabupaten Tuban diatur dalam Peraturan Bupati Tuban Nomor 21 Tahun 2013 tentang Perubahan
Peraturan Bupati Tuban Nomor 21 Tahun 2012 tentang Pedoman Pelaksanaan Alokasi
Dana Desa Kabupaten Tuban. Pada tahun 2012 implementasinya
penggunaan dana ADD Kabupaten Tuban penyerapannya terhambat[5]. Menurut Ahmad
Amin Sutoyo Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa dan Keluarga Berencana Kabupaten Tuban anggaran ADD disiapkan
Pemerintah Kabupaten Tuban dana sebesar
Rp 17.380.000.000, Oktober 2012 baru terserap sebesar Rp 6.805. 554.000[6]. Permasalahan
daya serap anggaran ADD tersebut adalah dari 311 desa, tercatat 182 desa belum
menyampaikan laporan pertanggung jawaban (LPJ) ADD[7].
Berdasarkan Peraturan Bupati (Perbup) Nomor: 21 Tahun 2012 Tentang Pemerintahan
Desa dijelaskan, bahwa pemberian dana ADD baru bisa direalisasikan setelah desa
membuat dan menyetorkan LPJ tahun sebelumnya.
Penelitian ini menggunkan metodologi kualitatif dengan pendekatan studi
kasus. Desa Semanding Kecamatan
Semanding dipilih sebagai lokasi penelitian karena implementasi kebijakan ADD
di desa tersebut berjalan dengan baik. Penelitian ini merupakan upaya
mengungkapkan kembali best practice
dalam implementasi kebijakan ADD. Tujuan penelitian ini adalah (1)
menjelaskan implementasi kebijakan alokasi dana desa
di Desa Semanding Kecamatan Semanding Kabupaten Tuban dan (2) menjelaskan
faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan
alokasi dana desa di Desa Semanding Kecamatan Semanding Kabupaten Tuban.
B.
Kebijakan Alokasi Dana Desa
Kebijakan alokasi dana
desa merupakan kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat desa. Agar lebih gamblang dalam membahas permasalahan tersebut
kiranya perlu untuk membahas (1) kebijakan publik, (2) kebijakan alokasi dana
desa, (3) tipe kebijakan alokasi dana desa.
Kebijakan terdapat
banyak definisi. Harol Laswell dan
Abraham Kaplan mengartikan
kebijakan sebagai “ a
projected program of goal, value and practices” (suatu program pencapaian
tujuan, nilai-nilai, dan praktek–praktek yang terarah ). Pendapat lain definisi
kebijakan diungkapkan Carl J. Frederick sebagai berikut:
“..
a proposed course of action of a person,
group, or government within a given environment providing obstacles and
opportunities which the policy was proposed to utilize and ovecome in an effort to reach a goal or realize an
objective or a purpose “[8]
Pendapat diatas dapat diartikan
sebagai serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang kelompok atau pemerintah
dalam suatu lingkungan tertentu dalam menunjukkan hambatan-hambatan dan
kesempatan-kesempatan terhadap usulan kebijaksanaan tersebut dalam rangka
mencapai tujuan tertentu. Pengertian kebijaksanaan lain diuraikan oleh
Amara Raksasataya intinya “
Kebijaksanaan terdiri dari tiga elemen yaitu: identifikasi dari tujuan yang
ingin dicapai, taktik atau strategi dari
berbagai langkah untuk mecapai tujuan yang diinginkan, dan penyediaan berbagai
input untuk memungkinkan pelaksanaan secara nyata dari taktik atau strategi[9].
Dafid Easton mengartikan kebijakan negara sebagai “pengalokasian nilai-nilai
secara paksa atau syah kepada seluruh anggota masyarakat”, sedangkan dari
glossary di bidang administrasi negara arti kebijakan negara meliputi (1) Susunan
rancangan tujuan-tujuan dan dasar-dasar pertimbangan program-program pemerintah
yang berhubungan dengan masalah tertentu yang dihadapi masyarakat, (2) Adapun
yang dipilih oleh pemerintah untuk
dilakukan dan tidak dilakukan, (3) Masalah yang kompleks yang dinyatakan dan
dilaksanakan oleh pemerintah. Ahli lain yaitu Irfan Islami mendifinisikan
kebijakan negara (public policy)
sebagai” serangkaian tindakan yang ditetapkan dan dilaksanakan atau tidak dilaksanakan oleh pemerintah, yang
mempunyai tujuan atau beroriantasi pada tujuan tertentu demi kepentingan
seluruh masyarakat”. Seorang analisis kebijaksanaan yang cukup representatif
untuk disebut adalah R.J. Parker yang mendefinisikan kebijaksanaan negara
sebagai suatu tujuan tertentu, serangkaian aset tertentu atau tindakan yang
dilakukan pemerintah pada suatu waktu tertentu dalam kaitannya dengan subyek
atau sebagai respon terhadap suatu kondisi kritis dan perlu untuk segera
ditangani dan diselesaikan. W.I. Jenkin mengartikan kebijakan negara sebagai “Serangkaian
keputusan yang saling berkaitan yang diambil oleh seseorang aktor politik atau
sekelompok aktor politik berkenaan dengan tujuan yang telah dipilih serta cara-cara untuk mencapainya dalam suatu
situasi, dimana keputusan-keputusan itu pada prinsipnya masih berada dalam
batas-batas kewenangan, kekuasaan dari pada aktor tersebut”[10].
Kebijakan publik dalam paper ini merujuk pendapat Irfan Islami yaitu serangkaian
tindakan yang ditetapkan dan dilaksanakan atau tidak dilaksanakan oleh
pemerintah, yang mempunyai tujuan atau beroriantasi pada tujuan tertentu demi
kepentingan seluruh masyarakat.
Kebijakan publik yang
dimaksud dalam paper ini adalah kebijakan alokasi dana desa yang dilaksanakan berdasarkan
(1) UU No 32 Th 2004 khususnya pasal 212 ayat (3) yang
bertujuan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Lebih lanjut ADD diatur dalam (2) Peraturan Pemerintah
Nomor 72 tahun
2005 tentang desa khususnya diatur pada pasal 68. Alokasi Dana
Desa menurut PP 72 tahun 2005 adalah
dana yang dialokasikan
oleh Pemerintah Kabupaten/Kota untuk desa, yang bersumber dari bagian dana
perimbangan keuangan pusat
dan daerah yang diterima oleh Kabupaten/Kota.[11]
Regulasi dibawahnya adalah (3) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun
2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa; (4) Surat Edaran Menteri Dalam
Negeri Nomor 140/640/SJ Tanggal 22 Maret 2005 perihal Pedoman Alokasi Dana Desa
dari Pemerintah Kabupaten/Kota kepada Pemerintah Desa; (5) Surat Edaran Menteri
Dalam Negeri Nomor 140/286/SJ Tanggal 17 Pebruari 2006 perihal Pelaksanaan
Alokasi Dana Desa; (6) Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 140/1784/2006
Tanggal 3 Oktober 2006 perihal Tanggapan atas Pelaksanaan ADD; (7) Surat Edaran
Gubernur Jawa Timur Nomor 141/3239/011/2006 Tanggal 28 Maret 2006 perihal
Pelaksanaan Alokasi Dana Desa; (8) Peraturan Bupati Tuban Nomor 21 Tahun 2013
tentang Perubahan Peraturan Bupati Tuban Nomor 21 Tahun 2012 tentang Pedoman
Pelaksanaan Alokasi Dana Desa Kabupaten Tuban.
Sebuah
kebijakan dapat diidentifikasi dalam beberapa tipe. Merujuk Randall B Ripley[12]
domestic policy dapat dikategorikan
empat yaitu:
1) Distributive Policy
adalah kebijakan dan program yang diarahkan untuk mendorong swasta atau
masyarakat untuk melakukan aktifitas yang tidak akan dilakukan apabila tidak
disubsidi pemerintah dengan kata lain, apabila masyarakat melakukan tindakan
tertentu akan diberikan dengan
keuntungan tertentu.
2) Competitive Regulatory
Policy adalah kebijakan dan program yang membatasi aktifitas masyarakat
untuk memproduksi jasa dan barang tertentu dengan menetukan kriteria atau
batasan-batasan yang harus dipenuhi karena banyaknya peminat.
3) Protective Regulatory
Policy adalah kebijakan dan program yang didesain untuk melindungi
masyarakat karena bisa membahayakan atau merugikan sebagian besar masyarakat.
4) Redistibutive Policy
adalah kebijakan dan program yang diasumsikan untuk menghasilkan perimbangan,
kesejahteraan, kepemilikan, hak dan nilai-nilai lain diantara kelas-kelas
sosial diantara kelompok etnis.
Kebijakan alokasi dana
desa berdasarkan ciri-ciri yang ada dapat dikategorikan sebagai redistibutive policy. Kebijakan ADD didesain pemerintah untuk
menghasilkan perimbangan, kesejahteraan, kepemilikan, hak dan nilai-nilai lain
diantara masyarakat khususnya yang tinggal di desa agar mampu meningkatkan
kesejahteraannya.
C. Implementasi Kebijakan Alokasi Dana Desa
Suatu
kebijaksanaan yang telah diformulasi oleh pemerintah tidak akan berarti tanpa
diikuti dengan pelaksanaan kebijakan. Udoji dalam Wahab menyatakan bahwa “pelaksanaan
kebijaksanaan adalah suatu yang penting, bahkan lebih penting daripada
pembuatan kebijaksanaan karena kalau tidak ada implementasi maka kebijaksanaan
hanya akan berupa impian atau rencana bagus yang tersimpan rapi dalam arsip”[13].
Karena itulah setiap program yang dicanangkan pemerintah selalu
diimplementasikan, sehingga tidak hanya menjadi hal yang sia-sia.
Kebijakan
publik selalu mengandung setidak-tidaknya tiga komponen dasar, yaitu tujuan
yang jelas, sasaran yang spesifik, dan cara
mencapai sasaran tersebut. Komponen yang ketiga biasanya belum
dijelaskan secara rinci dan
birokrasi yang harus menerjemahkannya sebagai program aksi dan proyek. Komponen
cara berkaitan siapa pelaksananya, berapa besar dan dari mana dana diperoleh,
siapa kelompok sasarannya, bagaimana program dilaksanakan atau bagaimana system
manajemennya dan bagaimana keberhasilan atau kinerja kebijakan diukur. Komponen
inilah yang disebut dengan implementasi[14].
Agar pemahaman tentang implementasi lebih jelas berikut akan diuraikan beberapa
pengertian tentang implementasi kebijakan negara.
Daniel A Mazmanian dan Paul Sabatier mengajukan
definisi implementasi kebijakan sebagai berikut:
“mempelajari
dan memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program diberlakukan
atau dirumuskan, merupakan fokus perhatian implementasi, yaitu
peristiwa-peristiwa dan kegiatan-kegiatan yang terjadi setelah proses
pengesahan kebijaksanaan negara, baik itu usaha-usaha untuk
mengadministrasikannya maupun usaha-usaha untuk memberikan dampak terutama pada
masyarakat ataupun peristiwa-peristiwa” [15]
Lebih lanjut Merille S Grindle mengemukakan bahwa proses implementasi
baru mulai apabila tujuan dan sasaran telah ditetapkan, program kegiatan telah
disusun, dana telah tersedia dan telah disalurkan untuk mencapai
sasaran-sasaran tersebut. Selain itu Grindle menyatakan bahwa fungsi
impementasi adalah :
”to establish
alink that allows the goals of public policies to be realized as out comes of
govermental authority if infolves, therefore, the creation of apolecy delivery
system in which specific mean are designed and persuaded in the expactation of
arriving at particular ends”[16]
Secara garis besar dapat dikatakan bahwa fungsi implementasi adalah
untuk membentuk suatu hubungan yang memungkinkan bagi tujuan atau sasaran
kebijakan dapat terwujud sebagai hasil akir dari kegiatan yang dilakukan oleh
pemerintah, sebab itu fungsi implementasi mencakup pula apa yang disebut ”policy delivery system” atau
sistim penyampaian dan pengiriman kebijakan yang biasanya terdiri dari
cara-cara atau sasaran-sasaran tertentu yang didesain secara khusus serta
diarahkan untuk mencapai tujuan atau sasaran kebijakan. Michael Howlett dan Ramesh[17]
mengenai implementasi kebijakan, menerangkan bahwa:
”after a public problem has made its way to
the policy agenda, various options have been proposed to resolved it, and
goverment has made some choice among those options, what remains is putting the
decision into practice”...the policy implementation is defined as the process
whereby programs or policies are carried out;
its denotes the translation of plans into practice”
Pendapat diatas dapat diartikan setelah
masalah publik ditentukan, maka itu merupakan jalan menuju agenda kebijakan,
bermacam pilihan telah ditentukan untuk memecahkannya, dan pemerintah telah membuat beberapa pilihan dari
alternatif tersebut, yang menempatkan keputusan menjadi pelaksanaan. Implementasi
kebijakan merupakan proses dari sebuah program atau kebijakan dilaksanakan yang
ditandai dengan terjemahan dari rencana menuju pelaksanaan. Pengertian
implementasi kebijakan dalam paper ini merujuk pendapat Michael Howlett dan
Ramesh dimana implementasi kebijakan diartikan proses dari sebuah program atau
kebijakan dilaksanakan yang ditandai dengan terjemahan dari rencana menuju
pelaksanaan. Wahab[18]
menegaskan bahwa implementasi kebijakan
merupakan aspek penting dari keseluruhan proses kebijakan. Oleh sebab
itu tidak berlebihan jika dikatakan implementasi kebijakan merupakan aspek yang
penting dari keseluruhan proses kebijakan. Merujuk pengertian implementasi diatas dengan
demikian implementasi kebijakan alokasi dana desa dalam paper ini dapat
diartikan sebagai proses pelaksanaan dari sebuah kebijakan yaitu alokasi dana
desa yang tertuang dalam Peraturan Bupati Tuban Nomor 21 Tahun 2013 tentang Perubahan
Peraturan Bupati Tuban Nomor 21 Tahun 2012 tentang Pedoman Pelaksanaan Alokasi
Dana Desa Kabupaten Tuban.
D.
Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Implementasi
Kebijakan Alokasi Dana Desa
Terdapat banyak model
dalam analisis kebijakan negara. Sebuah model dalam analisis kebijakan negara tujuan
untuk mempermudah analisa agar menjadi lebih operasional. Pada paper ini untuk
menganalisis Peraturan Bupati Tuban Nomor 21 Tahun
2013 tentang Perubahan Peraturan Bupati Tuban Nomor 21 Tahun 2012 tentang
Pedoman Pelaksanaan Alokasi Dana Desa Kabupaten Tuban digunakan model analisis
kebijakan negara menurut George C. Edward III yang dielaborasi dengan
ahli lain Robbins, Van Metter dan Van Horn untuk menjelaskan implementasi
kebijakan ADD di Desa Semanding.
Menurut George C.
Edward III[19] dalam
uraiannya tentang “Implementing public
policy” dalam pendekatannya yang disebut Implementing problem approach terlebih dahulu mengemukakan dua
pernyataan pokok yaitu: (1) Hal-hal apa saja yang merupakan prasarat bagi suatu
Implementasi yang berhasil. 2) Apa saja yang merupakan penghambat utama
terhadap berhasilnya implementasi program. Berdasarkan kedua pertanyaan
tersebut telah dirumuskan keempat faktor atau variabel yang merupakan syarat-syarat
terpenting guna berhasilnya proses implementasi. Keempat faktor implementasi
menurut George C. Edward III adalah
sebagai berikut:
1. Kumunikasi;
Kumunikasi penting karena program hanya dapat dilaksanakan dengan baik apabila
jelas bagi pelaksananya, hal ini menyangkut proses penyampaian
informasi/transmisi kejelasan dan konsistensi informasi yang disampaikan. Pada
implementasi ADD komunikasi dilihat dari beberapa indikator yaitu: a.Intensitas
sosialisasi kebijakan ADD, b. kejelasan komunikasi kebijakan ADD dari para
pelaksana, c. konsistensi perintah – perintah kebijakan ADD.
2. Sumber
daya/Resources; meliputi : a)
Staf pemerintah desa yang cukup (Jumlah
dan mutunya) b) Informasi yang dibutuhkan guna mengambil keputusan dalam
implementasi ADD. c) Kewenangan atau autority
yang cukup dalam melaksanakan tanggung jawab. d) Fasilitas yang dibutuhkan
dalam pelaksanaan.
3. Disposisi;
yaitu sikap dan komitmen dari para pelaksana terhadap program khususnya dari
mereka yang menjadi implementer dari program, terutama adalah aparatur
birokrasi. Dalam implementasi ADD hal sikap pelaksana dilihat dari beberapa
indikator yaitu:a. Persepsi pelaksana terhadap kebijakan Alokasi Dana Desa. b. Respon
pelaksana kebijakan Alokasi Dana Desa. c. Tindakan pelaksana kebijakan Alokasi
Dana Desa
4. Struktur
Birokrasi; yaitu terdapatnya suatu SOP (Standart
Operating Prosedur) yang mengatur tata aliran pekerjaan dan pelaksana
program. Pada implementasi ADD hal ini dilihat dari beberapa indikator: a.
Pembentukan Struktur Organisasi. b. Pembagian Tugas. c. Koordinasi dari para
pelaksana kebijakan.
Selain faktor internal organisasi,
terdapat faktor lain yang mempengaruhi implemetasi alokasi dana desa yaitu
faktor lingkungan.
5. Faktor lingkungan. Menurut Robbins[20]
faktor lingkungan merupakan pertimbangan atas faktor diluar organisasi itu
sendiri. Pada konteks implementasi ADD lingkungan yang dimaksud adalah lembaga-lembaga
atau kekuatan- kekuatan yang berada di luar organisasi dan berpotensi
mempengaruhi kinerja organisasi pemerintahan desa. Hal ini terdiri (a)
Kapasitas lingkungan, yaitu kemampuan Badan Permusyawaratan Desa dan
lembaga-lembaga kemasyarakatan desa dalam mendukung kebijakan Alokasi Dana
Desa. (b) Kestabilitan peran Badan
Permusyawaratan Desa dan
lembaga-lembaga kemasyarakatan desa dalam mendukung kebijakan Alokasi
Dana Desa. (c) Kompleksitas, yaitu banyaknya campur tangan lembaga-lembaga
diluar organisasi pelaksana Alokasi Dana Desa yang mempengaruhi kebijakan.
6. Faktor ukuran dan tujuan kebijakan. Merujuk
Van Metter dan Van Horn[21] identikasi indikator-indikator pencapaian
merupakan tahap yang krusial dalam analisis
implementasi kebijakan. Indikator-indikator pencapaian ini menilai
sejauh mana ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan kebijakan telah direalisasikan.
Untuk mengukur ukuran dan tujuan kebijakan Alokasi Dana Desa dalam paper ini
adalah Kesesuaian program dengan kebijaksanaan yang telah ditetapkan dan ketepatan
sasaran sesuai dengan kebijaksanaan yang ditentukan.
7. Partisipasi warga dalam program ADD. Keith Davis[22]
memberikan pengertian partisipasi sebagai:
"participation is
defined as an individual as mental and emotional involment in a group situation
that encourages him to contribute to group goals and to share responsibility
for them"
pada implementasi ADD dapat dilihat sejauh mana partisipasi warga
dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program-program dalam ADD.
E.
Implementasi Alokasi Dana Desa di Desa Semanding
Implementasi
pengelolaan dana ADD Desa Semanding berjalan baik. Merujuk pada tiga pilar
implementasi Jones[23]
hakikatnya keberhasilan implementasi kebijakan ditentukan diantaranya: (1).
Organisasi, (2). Interpretasi, (3). Pelaksanaan, prosedur / ketentuan rutin.
Sebelum membicarakan lebih jauh faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi
kebijakan di Desa Semanding berikut dipaparkan data alokasi dan distribusi dana
ADD Desa Semanding tahun 2011-2012.
Tabel 1.1
Analisis Alokasi dan Distribusi Dana ADD Desa Semanding 2011, 2012
Rasio Penggunaan
Dana ADD
|
Tahun 2011
|
Tahun 2012
|
Pemberdayaan Masyarakat
|
32.300.000
73,41%
|
38.035.000
73,93%
|
Operasional Desa
|
11.700.000
26,59%
|
13.415.000
26,07%
|
Total ADD
|
44.000.000
|
51.450.000
|
Sumber data: Laporan ADD Desa Semanding, data primer penelitian,
2013.
Proporsional
dalam alokasi dan distribusi ADD di Desa Semanding telah sesuai dengan aturan
penggunaan alokasi dan distribusi ADD. Pada tahun 2011 alokasi operasional desa
kurang dari 30% tepatnya 26, 59% dan pada tahun 2012 sebesar 26,07% dari jumlah
total penerimaan Alokasi Dana Desa (ADD). Alokasi Dana Desa (ADD) yang
digunakan untuk pemberdayaan masyarakat Desa sebesar 70%.
Pada
pertanggungjawaban pelaksanaan program ADD, sistem pertanggungjawaban
pelaksanaan program ADD di Desa Semanding Kecamatan Semanding Kabupaten Tuban
telah menerapkan prinsip akuntabilitas walaupun belum sempurna, khususnya dalam
hal sistem pengadministrasian pertanggung jawaban keuangan ADD. Selama dalam
pelaksanaan ADD tetap dituntut pertanggungjawaban pada setiap pembelanjaan uang
ADD. Dengan demikian apabila hal tersebut dilakukan secara terus menerus,
tertib dan sesuai dengan ketentuan yang ada, maka dapat meringankan/ mendukung
penyusunan pertanggungjawaban akhir kegiatan ADD yang harus disusun oleh Tim
Pelaksana Desa.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi implementasi kebijakan ADD Desa Semanding telah ditentukan
sebanyak tujuh faktor diantaranya komunikasi, sumber daya, disposisi, struktur
birokrasi, faktor lingkungan, ukuran dan tujuan kebijakan, partisipasi warga.
Selanjutnya akan dipaparkan satu persatu faktor-faktor yang mempengaruhi
implementasi ADD di Desa Semanding. Faktor pertama komunikasi, hasil penelitian
lapangan upaya komunikasi pemerintah desa dengan warga sudah berjalan. Bentuk
komunikasi berupa adanya sosialisasi program-program yang telah ditetapkan
dalam RKPdes yang dibiayai dari anggaran ADD. Pada pelaksanaan ADD di Desa
Semanding senantiasa dilaporkan perkembangan pelaksanaan kegiatan oleh
pengelola tingkat desa, terutama perkembangan kegiatan fisik dan penyerapan
dana, dengan demikian dapat diketahui bahwa tanggungjawab pengelola ADD tingkat
desa sudah memenuhi ketentuan pembuatan laporan bulanan dan laporan akhir
kegiatan hal ini bagian dari komunikasi pengelola dengan warga.
Faktor kedua sumber daya, pada implementasi
ADD Desa Semanding telah terdapat kecukupan Staf pemerintah desa baik jumlah dan kapasitasnya.
Begitu juga faktor informasi yang dibutuhkan guna mengambil keputusan dalam
implementasi ADD. Sumber daya pemerintah juga telah didukung dengan fasilitas
yang dibutuhkan dalam kinerja pemerintah desa. Faktor ketiga disposisi, sikap
pelaksana baik dari pemerintah desa, tim khusus dalam program kegiatan dan juga
warga mendukung berjalannya program dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring
dan evaluasi hingga pertanggung jawaban. Faktor keempat struktur birokrasi, hasil
penelitian fenomena struktur organisasi pelaksana telah ada pembentukan
struktur organisasi pelaksana ADD
sesuai dengan petunjuk teknis ADD yang dikeluarkan oleh Bupati Tuban.
Faktor lingkungan, lembaga BPD dan Lembaga
Kemasyarakatan Desa mempunyai kapasitas, yaitu kewenangan berupa pengawasan
oleh BPD dan peran lembaga kemasyarakatan dalam membantu Kepala Desa dalam
melaksanakan kegiatan ADD. Faktor ukuran dan tujuan kebijakan, Pelaksanaan
ADD telah ada kesesuaian dengan kebijakan Bupati mengenai ADD namun
demikian target grup program tidak tepat sasaran. Faktor partisipasi warga,
partisipasi warga cukup tinggi baik dalam perencanaan, pelaksanaan, monev dan
evaluasi program. Hal ini didasari dengan komunikasi yang baik dan transparan
dalam menjalankan program ADD. Interpretasi data diatas berkaitan dengan
faktor-faktor yang mempengaruhi dalam implementasi kebijakan ADD di Desa
Semanding Kecamatan Semanding Kabupaten Tuban dapat digeneralisasi bahwa secara
umum program ADD di Desa Semanding berjalan baik.
F.
Kesimpulan
Kesimpulan hasil
penelitian implementasi kebijakan ADD pada desa Semanding berjalan baik. Hal
ini dapat terlihat
dari tahap persiapan berupa penyusunan daftar usulan rencana kegiatan (DURK)
Desa Semanding, dan penyelesaian setiap kegiatan sampai dengan tahap penyusunan
pertanggungjawaban ADD berjalan baik. Faktor-Faktor yang mempengaruhi
implementasi adalah komunikasi, kemampuan sumber daya, sikap pelaksana,
struktur birokrasi, partisipasi warga, lingkungan serta ukuran dan tujuan
kebijakan secara keseluruhan berjalan baik. Diantara tujuh faktor terdapat
faktor ukuran dan tujuan kebijakan belum dijalankan maksimal. Hal ini dapat
dilihat dari beberapa program ADD di desa Semanding belum tepat sasaran.
Ketidaktepatan sasaran terjadi karena apabila dibandingkan dengan rencana ADD
hasilnya atau outputnya tidak sesuai perencanaan.
Daftar
Pustaka
Abdullah, Muhammad Syukur. Perkembangan dan Penerapaan Studi
Implementasi. (action Research and
Case Studies) dalam temu kaji posisi dan peran Ilmu Adm dan Manajemen dalam
pembangunan. LAN. Jakarta.1988.
Anonimous. Jumlah Penduduk Miskin, Persentase Penduduk
Miskin dan Garis Kemiskinan di Indonesia, 2010-2013. www.bps.go.id. akses
15 Januari 2015
Anonimous. Ratusan Desa di Tuban
Belum Serahkan LPJ ADD 2011.www.lensaindonesia.com.diakses 20 April 2012
Charles, Jones.
1991. Pengantar Kebijakan Publik.
Jakarta. PT Raja Grafindo.
Davis, Keith. 1967. Human Realation at Work. The Dynamics of
Organizational Behavior. Mc. Grow Hill Book Company.
Howlett,
Michael dan M. Ramesh. Studiying Public Policy: Policy Cyles and Policy
Subsystem.Oxford: Oxford University Press.1995.
Islami, Irfan. Materi Pokok Kebijakan Publik. Modul
Universitas Terbuka. Jakarta. 1988.
--------------.Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan
Negara. Bumi Aksara. Jakarta 1994
Laporan. Alokasi Dana Desa Tahun tahun 2011 Desa
Semanding Kecamatan Semanding Kabupaten Tuban.
Laporan. Alokasi Dana Desa Tahun tahun 2012 Desa
Semanding Kecamatan Semanding Kabupaten Tuban.
Muhaimin.
LPJ ADD Molor, Ternyata Sudah Jadi
Tradisi. http://seputartuban.com/lpj-add-molor-ternyata-sudah-jadi-tradisi/.
akses 22 Juni 2013
NKRI. Undang- Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang otonomi
daerah .
NKRI Peraturan Pemerintah
Nomor 72 tahun
2005 tentang desa
Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa.
Peraturan
Bupati Tuban Nomor 21 Tahun 2013 tentang Perubahan Peraturan Bupati Tuban Nomor
21 Tahun 2012 tentang Pedoman Pelaksanaan
Alokasi Dana Desa Kabupaten Tuban.
Ripley, Randall B. Policy Analisis in Political Science.
Nelson-Hall Publisher. Chicago.1985.
Robbins. Stephen P. Perilaku Organisasi. Edisi Kesepuluh.
PT. Indeks. Jakarta. 2003.
Surat
Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 140/640/SJ Tanggal 22 Maret 2005 perihal Pedoman Alokasi Dana Desa dari Pemerintah
Kabupaten/Kota kepada Pemerintah Desa.
Surat
Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 140/286/SJ Tanggal 17 Pebruari 2006 perihal Pelaksanaan Alokasi Dana Desa.
Surat
Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 140/1784/2006 Tanggal 3 Oktober 2006 perihal Tanggapan atas Pelaksanaan ADD.
Surat
Edaran Gubernur Jawa Timur Nomor 141/3239/011/2006 Tanggal 28 Maret 2006 perihal Pelaksanaan Alokasi Dana Desa.
Wasistiono, Sadu. Prospek Pengembangan Desa. CV.
Bandung. Fokusmedia.2006.
Wahab.
Solichin Abdul. DR. MA. Analisis
Kebijaksanaan. Bumi Aksara. Jakarta. 1997.
Wibawa, Samudra. Kebijakan Publik. Proses dan Analisis. Intermedia.
Jakarta. 1994.
Winarno,
Budi. (2002). Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta:Media Pressindo.
2002.
[1] Pengajar Departemen
Administrasi Fisip Universitas Airlangga Surabaya, email:
nanang.unair@gmail.com
[2] Lihat Undang- Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang otonomi daerah
pasal 212 ayat 3
[3] Lihat Peraturan Pemerintah
Nomor 72 tahun
2005 pasal 68
[5] anonimous.
Ratusan Desa di Tuban Belum Serahkan LPJ ADD
2011.www.lensaindonesia.com.diakses 20 April 2012
[6] Muhaimin.LPJ
ADD Molor, Ternyata Sudah Jadi
Tradisi.http://seputartuban.com/lpj-add-molor-ternyata-sudah-jadi-tradisi/.
akses 22 Juni 2013
[7] Dalam http://seputartuban.com/category/httpseputartuban-comcategorypemerintahan/page/57/. Akses
15 April 2012
[8] Irfan Islami, Materi
Pokok Kebijakan Publik, Modul Universitas Terbuka, Jakarta, 1988,hal 1.4
[9] Irfan
Islamy,Prinsip-prinsip perumusan Kebijaksanaan Negara, Bumi Aksara, Jakarta
1994 hal 15-18
[10] Solichin Abdul Wahab,
Analisis Kebijaksanaan, Dari Formulasi ke Implementasi kebijaksanaan Negara,
Bumi Aksara, Jakarta,1991 hal 14
[11] Lihat Peraturan Pemerintah
Nomor 72 tahun
2005 tentang desa
[12] Randall B. Ripley,
Policy Analisis in Political Science, Nelson-Hall Publisher, Chicago,1985,hal
57-91
[13] Solichin Abdul Wahab
op-cit hal 45
[14] Samudra Wibawa,
Kebijakan Publik, Proses dan Analisis,
Intermedia, Jakarta, 1994. Hal 15
[15] ibid
[16] Muhammad Syukur
Abdullah, Perkembangan dan Penerapaan
Studi Implementasi,(action Research and Case Studies)dalam temu kaji posisi
dan peran Ilmu Adm dan Manajemen dalam pembangunan, LAN, Jakarta,1988,hal 13
[17] Howlett,
Michael dan M. Ramesh. Studiying Public
Policy: Policy Cyles and Policy Subsystem. Oxford: Oxford University
Press.1995. hal 153
[18] Wahab, Solichin Abdul,
DR, MA, Analisis Kebijaksanaan, Bumi Aksara, Jakarta, 1997, hal 59
[19] Ibid hal 13
[20] Robbins, Stephen P,
Perilaku Organisasi, Edisi Kesepuluh, PT. Indeks, Jakarta, 2003, hal 608.
[21] Winarno,
Budi. (2002). Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta:Media Pressindo.
2002. Hal 110.
[22] Davis, Keith, 1967.
Human Realation at Work, The Dynamics of Organizational Behavior. Mc. Grow Hill
Book Company
[23] Jones,
Charles. 1991. Pengantar Kebijakan Publik. Jakarta. PT Raja Grafindo. Hal 89.