KORELASI PELAKSANAAN UNDANG
– UNDANG NO. 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA TERHADAP KESEJAHTERAAN RAKYAT
Oleh: Mudji Rahardjo
A.
LATAR
BELAKANG
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 Tentang
Desa merupakan Undang-Undang yang telah dinantikan oleh segenap masyarakat desa
tak terkecuali perangkat desa selama 7 tahun. Tepatnya, Rabu 18 desember 2013,
Rancangan Undang-Undang (RUU) Tentang Desa disahkan menjadi UU Desa. Kemudian
pada 15 januari 2014, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menandatangani
guna mengesahkan UU tersebut.
Adapun tujuan dari disahkannya UU
Desa ini antara lain:
- Memberikan pengakuan dan penghormatan atas desa yang sudah ada dengan keberagamannya sebelum dan sesudah terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia;
- Memberikan kejelasan status dan kepastian hukum atas desa dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia demi mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia;
- Melestarikan dan memajukan adat, tradisi, dan budaya masyarakat desa;
- Mendorong prakarsa, gerakan, dan partisipasi masyarakat desa untuk pengembangan potensi dan aset desa guna kesejahteraan bersama;
- Membentuk pemerintahan desa yang profesional, efisien dan efektif, terbuka, serta bertanggung jawab;
- Meningkatkan pelayanan publik bagi warga masyarakat desa guna mempercepat perwujudan kesejahteraan umum;
- Meningkatkan ketahanan sosial budaya masyarakat desa guna mewujudkan masyarakat desa yang mampu memelihara kesatuan sosial sebagai bagian dari ketahanan nasional;
- Memajukan perekonomian masyarakat desa serta mengatasi kesenjangan pembangunan nasional; dan
- Memperkuat masyarakat desa sebagai subjek pembangunan.
Sedangkan
asas pengaturan dalam UU Desa ini adalah:
- Rekognisi, yaitu pengakuan terhadap hak asal usul;
- Subsidiaritas, yaitu penetapan kewenangan berskala lokal dan pengambilan keputusan secara lokal untuk kepentingan masyarakat desa;
- Keberagaman, yaitu pengakuan dan penghormatan terhadap sistem nilai yang berlaku di masyarakat desa, tetapi dengan tetap mengindahkan sistem nilai bersama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara;
- Kebersamaan, yaitu semangat untuk berperan aktif dan bekerja sama dengan prinsip saling menghargai antara kelembagaan di tingkat desa dan unsur masyarakat desa dalam membangun desa;
- Kegotongroyongan, yaitu kebiasaan saling tolong-menolong untuk membangun desa;
- Kekeluargaan, yaitu kebiasaan warga masyarakat desa sebagai bagian dari satu kesatuan keluarga besar masyarakat desa;
- Musyawarah, yaitu proses pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan masyarakat desa melalui diskusi dengan berbagai pihak yang berkepentingan;
- Demokrasi, yaitu sistem pengorganisasian masyarakat desa dalam suatu sistem pemerintahan yang dilakukan oleh masyarakat desa atau dengan persetujuan masyarakat desa serta keluhuran harkat dan martabat manusia sebagai makhluk tuhan yang maha esa diakui, ditata, dan dijamin;
- Kemandirian, yaitu suatu proses yang dilakukan oleh pemerintah desa dan masyarakat desa untuk melakukan suatu kegiatan dalam rangka memenuhi kebutuhannya dengan kemampuan sendiri;
Penetapan UU Desa ini tak lepas dari penolakan. Di samping, ribuan
kepala desa di seluruh Indonesia menyambut dengan gegap gempita dan penuh
dengan sukacita.
Salah satu poin yang paling krusial
dalam pembahasan RUU Desa, adalah terkait alokasi anggaran untuk desa. Di
dalam penjelasan Pasal 72 Ayat 2 tentang Keuangan Desa. Jumlah alokasi anggaran
yang langsung ke desa, ditetapkan sebesar 10 persen dari dan di luar dana
transfer daerah. kemudian dipertimbangkan jumlah penduduk, angka kemiskinan,
luas wilayah, kesulitan geografi. Ini dalam rangka meningkatkan masyarakat desa.
Selain itu, poin-poin lain yang disepakati adalah terkait masa jabatan kepala
desa. Kemudian diatur juga terkait kesejahteraan kepala desa dan perangkat
desa. Baik kepala desa, maupun perangkat desa mendapat penghasilan tetap setiap
bulan dan mendapat jaminan kesehatan.
Di sisi lain, UU Desa juga mengandung
kekurangan. Kekurangan pertama, adanya perbedaan pengertian desa adat menurut
UU Desa dengan pengertian desa adat menurut masyarakat desa adat itu sendiri.
Kekurangan kedua, tereletak pada dana alokasi kepada setiap desa per tahun yang
dapat saja disalahgunakan. Kemudian, tidak menjelaskan secara khusus tentang
penempatan perempuan minimal 30 persen pada perangkat desa. Selain itu, tingkat
kesiapan tata kelola yang masih rendah dan kurangnya Sumber Daya Manusia (SDM)
yang ada di desa, juga dapat menghambat tujuan-tujuan yang hendak dicapai
setelah pengesahan UU Desa.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa
saja kelebihan dan kekurangan dalam pelaksanaan undang – undang No. 6 tahun 2014?
2. Bagaimana
hubungan pelaksanaan undang – undang No. 6 tahun 2014 dengan kesejahteraan
rakyat?
C.
TUJUAN
PENULISAN
1.
Untuk mengetahui apa saja kelebihan dan
kekurangan dalam pelaksanaan undang –
undang No. 6 tahun 2014.
2.
Untuk mengetahui hubungan pelaksanaan
undang – undang No. 6 tahun 2014 dengan kesejahteraan rakyat.
PEMBAHASAN
Dengan
berlakunya UU No. 6 tahun 2014 tentang Desa
Kelebihan
Pada UU Desa ini, terdapat poin yang memang sudah
dicanangkan sekitar 7 tahun lamanya. Yaitu, adanya aturan yang membahas terkait
alokasi anggaran untuk desa. Di dalam penjelasan Pasal 72 Ayat 2 tentang
keuangan desa. Jumlah alokasi anggaran yang langsung ke desa, ditetapkan
sebesar 10 persen dari dan di luar dana transfer daerah dengan mempertimbangkan
jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, kesulitan geografi.
Dengan
adanya dana alokasi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
tersebut, tentu diharapkan pembangunan di desa semakin baik dan mampu
menyejahterakan masyarakat desa dengan pemanfaatan dana alokasi secara
maksimal. Jika mampu mengelola dengan baik dan bijaksana, maka bukan hal yang
mustahil jika masyarakat desa yang berada di garis kemiskinan dapat berkurang
dan mungkin saja dapat bersaing dengan masyarakat desa lainnya atau bahkan
masyarakat global secara umumnya.
Pada
perangkat desa seperti kepala desa juga tidak luput dari pembahasan dalam UU
Desa. kepala desa menurut UU Desa pasal
26 ayat 1, bertugas menyelenggarakan pemerintahan desa, pembinaan
kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa. Pada pasal yang sama di
ayat 3 huruf c, dijelaskan bahwa kepala desa menerima penghasilan tetap setiap
bulan, tunjangan, dan penerimaan lainnya yang sah, serta mendapat jaminan
kesehatan. Selain itu, segala hal yang berhubungan dengan kepala desa, baik itu
tugas, wewenang, larangan, hingga masa jabatan seorang kepala desa, juga
tertuang di UU Desa. Pada jajaran perangkat desa lainnya, seperti Badan
Permusyawaratan Desa (BPD) juga diberikan penjelasan-penjelasan terhadap
seperti apa fungsi BPD, tugas-tugasnya, wewenang, kewajiban, hingga
larangan-larangan yang tidak boleh dilakukan oleh BPD.
Secara
umum, UU Desa telah menjabarkan secara sistematis dan mampu memberikan hak-hak
pada setiap desa di Indonesia untuk mengembangkan potensi-potensi yang ada di
desanya. Dengan adanya UU ini, maka setiap desa dapat menyejahterakan
masyarakatnya sesuai dengan prakarsanya pada masing-masing desa. Adanya UU ini
juga menjadi dasar hukum yang sangat berarti bagi setiap desa, karena UU ini
bisa dijadikan sebagai dasar pijakan dalam menjalankan pembangunan-pembangunan
di desa. Maka, kelebihan UU Desa yang paling terlihat adalah telah adanya dasar
hukum yang jelas bagi setiap desa di Indonesia.
Kekurangan
Di balik
kelebihan, tentu terdapat pula kekurangan. Begitupula pada UU Desa. Ada
berbagai kekurangan yang terdapat dalam UU Desa. Tidak hanya dalam segi isi,
namun juga dalam hal penerapannya.
Dari segi
isi, terdapat kekurangan terutama dalam pengertian desa adat. Sebelum terbitnya
UU ini, setiap wilayah memiliki pengertian desa adat yang berbeda-beda. Sebagai
contohnya, di Bali. Pengertian desa adat adalah tempat pelaksanaan ajaran agama
dalam sprit takwa, etika, dan upacara yang bertalian pada wilayah pawongan
(warga/krama desa), palemahan (wilayah desa), dan parahyangan (keyakinan
agama). Sedangkan menurut UU Desa, desa adat adalah kesatuan masyarakat hukum
yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat.
Maka dari itu, harus ada penyeragaman pengertian arti desa adat, agar tidak ada
gelojak dikemudian hari.
Masih
dalam segi isi UU Desa, dikatakan bahwa setiap desa akan mendapatkan dana
alokasi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) paling sedikit 10
persen setiap tahunnya. Maka, dapat diperkirakan setiap desa akan mendapatkan
dana sekitar 1.2 hingga 1.4 miliar setiap tahunnya. Berdasarkan perhitungan
dalam penjelasan UU Desa yaitu, 10 persen dari dan transfer daerah menurut APBN
untuk perangkat desa sebesar Rp. 59, 2 triliun, ditambah dengan dana dari APBD
sebesar 10 persen sekitar Rp. 45,4 triliun. Total dana untuk desa adalah Rp.
104, 6 triliun yang akan dibagi ke 72 ribu desa se-Indonesia.
Dengan
total dana sebanyak itu, tidak mustahil akan diselewengkan oleh perangkat desa
yang tidak bertanggungjawab. Maka, penting adanya pengawasan, dalam hal ini
adalah tugas BPD dan pemerintah daerah setempat, yang dilakuan secara berkala
terhadap setiap desa agar pembangunan desa lebih tepat sasaran. Masalah lainnya
juga akan ditimbul, yaitu adanya perbedaan-perbedaan keadaan atau kondisi desa
yang ada di Indonesia. Ada desa yang memang sudah mandiri dan sudah mampu menyejahterakan
masyarakatnya dengan berbagai cara sebelum adanya lahirnya UU Desa. Akan
tetapi, ada pula desa yang tertinggal dan masih belum belum bisa meningkatkan
kesejahteraan masyarakatnya. Jika nantinya akan dikucurkan dana alokasi
tersebut, dikhawatirkan akan mubazir bagi desa maju dan akan tetap merasa
kekurangan bagi desa tertinggal. Sekali lagi, peran pengawasan sangat
diharapkan mampu mengawasi penggunaan dana alokasi tersebut agar dana alokasi
tersebut tepat sasaran sesuai kebutuhan dan keperluan masing-masing desa.
Masa
jabatan kepala desa juga mungkin saja akan menjadi permasalahan. Pada UU Desa,
dijelaskan masa jabatan kepala desa adalah 6 tahun dan dapat dipilih kembali
dalam 3 periode, boleh berturut-turut atau tidak. Masa jabatan yang tergolong
lama ini, ditakutkan akan lahir “raja-raja kecil” di desa. Terlebih lagi,
dengan kewenangan yang diberikan pada setiap kepala desa cukup bebas dan
keuntungan-keuntungan menjadi kepala desa yang dapat mengiurkan bagi setiap
orang, memungkinkan seseorang dengan segala cara agar dapat menduduki jabatan
sebagai kepala desa. Untuk itu, masyarakat desa harus jeli memilih kepala desa
yang memang berkompeten dalam menanggulangi permasalahan-permasalahan yang ada
di desanya. Dengan menggunakan pemilihan secara langsung, masyarakat desa
diharapkan mampu menepatkan orang-orang terbaik di desanya pada setiap posisi
di perangkat desanya, terlebih pada posisi kepala desa. Tingkatan kepedulian
masyarakat desa dalam berdemokrasi, secara tidak langsung, juga akan berpengaruh
dalam pembangunan-pembangunan di wilayahnya. Penepatan orang baik dan memang
mampu mengatasi permasalahan desa pada tingkat kepala desa, pastilah akan
berdampak positif dalam perubahan-perubahan yang terjadi ke depannya.
Sebaliknya, jika salah memilih, bukan malah mengatasi permasalahan tetapi akan
menimbulkan permasalahan baru yang mungkin lebih besar lagi.
Masih
berkaitan dengan pentingnya masyarakat desa memahami demokrasi, maka masyarakat
desa mau tidak mau harus memiliki pemahaman berdemokrasi itu sendiri. Salah
satu caranya adalah dengan jalur pendidikan. Dengan pendidikan yang baik dan
benar, akan menghasilkan masyarakat desa yang melek berdemokrasi dan juga dapat
memberikan kontribusi terhadap pembangunan-pembangunan di desanya. Ini
berkaitannya dengan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berbeda-beda ada pada setiap
desa. Peran pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, juga
harus mampu turun tangan dalam meningkatkan SDM masyarakat desa ini. Mengenai
SDM, juga berkaitan erat dengan tata kelola yang akan dikerjakan oleh perangkat
desa. Maka dari itu, dengan meningkatnya SDM di suatu desa, juga akan berdampak
baik terhadap tata kelola pemerintahan desanya.
Lalu,
pada penempatan perangkat desa itu sendiri, UU Desa tidak secara khusus menjelaskan
tentang keberadaan perempuan minimal 30 persen di perangkat desa. Hal tersebut
dianggap penting, karena jangan sampai perempuan-perempuan di desa hanya akan
dijadikan obyek pengaturan, bukan sebagai subyek. Dengan adanya perempuan di
perangkat desa, diharapkan dapat menyalurkan aspirasi perempuan-perempuan
lainnya di desa tersebut.
Dari sekian kelebihan dan kekurangan yang telah
disampaikan, UU Desa ini harus diapresiasikan. UU ini memberikan pengakuan
terhadap setiap desa yang ada di Indonesia sebagai ujung tombak pemerintahan.
UU ini juga memberikan keleluasaan pada setiap desa untuk mengatur pembangunan
di desanya yang bertujuan sebesar-besarnya untuk kemakmuran dan kesejahteraan
masyarakat desa.
UU Desa akan berfungsi baik jika semua pihak saling
mendukung dan saling membantu dalam menjalankan amanah UU tersebut. Jika semua
pihak mampu menjalankan tugas dan fungsinya sesuai dengan yang diamanahkan,
maka bukan tidak mungkin pembangunan di desa akan semakin baik dan dapat
menyejahterakan masyarakat desa itu sendiri serta membantu pembangunan nasional
secara keseluruhan.
Dampak
yang terjadi dalam pelaksanaan UU No. 6 tahun 2014 di dalam sistem demokrasi di
negara Indonesia adalah sebagai berikut :
1) Dari
sisi Pemerintahan
Dengan berlakunya UU No. 6 tahun
2014 tentang desa tersebut, di pemerintahan desa terjadi proses perubahan
sistem demokrasi yang tadinya top down menjadi
bottom up. Sehingga dengan berlakunya
undang – undang yang baru tersebut saat ini masyarakat desa harus diberi
wawasan atau pengertian – pengertian tentang apa itu demokrasi yang benar,
karena selama ini meskipun nampaknya demokrasi di masyarakat pedesaan sudah
kelihatan berjalan, tetapi yang bermain atau berperan hanya kaum atau orang –
orang elite di desa tersebut. Sehingga dampaknya masyarakat tak tahu apa – apa
dan yang dikhawatirkan yang menikmati kebijakan atau keputusan – keputusan desa
tersebut hanya segelintir orang yang merasa dekat dengan pejabat elite desa
tersebut.
2) Dari
sisi Ekonomi
Dengan berlakunya UU No. 6 tahun
2014 tentang desa tersebut, geliat atau perkembangan ekonomi masyarakat desa
tersebut akan mengalami peningkatan yang tajam, karena sirkulasi atau
perputaran keuangan di desa dengan berlakunya undang – undang tersebut akan
bertambah. Hal ini bisa diprediksi bahwa keuangan di desa yang selama ini masih
dianggap pas – pasan tetapi dengan diimplementasikannya UU No. 6 tahun 2014
nanti yang pasti juga akan ada peningkatan yang signifikan.
Dalam
hal ini yang menjadi perhatian kita adalah kesiapan masyarakat di desa, yang
maka rata – rata SDM masyarakat di pedesaan masih sangat minim / terbelakang.
3) Dari
sisi Hukum
Dengan
berlakunya UU No.6 tahun 2014 tentang desa tersebut, maka kebijakan – kebijakan
atau keputusan – keputusan yang akan diambil dan untuk melakukan sistem
pemerintiahan di desa menjadi legal. Artinya : yang tadinya di tingkat
pemerintahan desa seorang kepala desa akan mengmbil sebuah keputusan /
kebijakan – kebijakan harus menunggu arahan dari bupati atau camatnya, dengan
berlakunya undang – undang yang baru ini, maka peran kepala desa akan lebih
leluasa untuk mengambil suatu keputusan atau kebijakan sepanjang sudah ada
persetujuan dengan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan masyarakat setempat.
Kesimpulan
Setiap produk hukum, seperti
Undang-Undang , tidak terlepas dari kelebihan dan kekurangan setelah disahkan.
Begitupula UU Desa. Adapun kelebihan UU Desa yang paling terlihat adalah
pemanfaatan UU Desa sebagai dasar pijakan dan dasar hukum yang jelas bagi
setiap desa di Indonesia. Sedangkan, kekurangan UU Desa terletak pada
pengertian desa adat yang berbeda dengan pengertian masyarakat desa adat itu
sendiri. Perbedaan ini mungkin saja akan menimbulkan dampak dikemudian hari
jika tidak ditanggulangi sejak dini. Dana alokasi yang berasal dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan tergolong cukup besar terhadap setiap
desa per tahunnya, juga bisa menjadi permasalahan jika tidak diawasi secara
maksimal dan berkala. Kemudian, tidak adanya pembahasan secara khusus pada UU
Desa tentang penempatan perempuan minimal 30 persen pada perangkat desa. Dan
yang terpenting adalah, belum siapnya Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada di
desa untuk menjalankan UU Desa ini dan tentunya akan berdampak terhadap tata
kelola pemerintahan desa itu sendiri.
Apa
yang harus dikerjakan atau diatur saat ini yaitu :
a) Pemberdayaan
masyarakat desa harus segera terwujud.
b) Meningkatkan
kapabilitas masyarakat desa segera ditingkatkan, karena untuk mengejar dan
mengikuti perkembangan zaman.
c) Mendorong
demokratisasi desa sehingga masyarakat sadar terhadap hak dan kewajibannya
dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
DAFTAR
PUSTAKA
Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa.
http://setkab.go.id/berita-11923-presiden-teken-uu-desa-kepala-desa-kini-dapat-gaji-dan-tunjangantetap.html (diakses tanggal 9 April 2015).
http://www.jurnas.com/news/133227/Antisipasi-Permasalahan-dan-Usulan-Revisi-UU-Desa-2014/1/Nasional/Opini (diakses tanggal 9 April 2015).
http://kartonmedia.blogspot.com/2014/02/keistimewaan-undang-undang-desa-terbaru.html (diakses
tanggal 9 April 2015).