Langsung ke konten utama

Potensi dan Success Story Desa (Dr. Hary Wahyudi)




 

MENGEMBANGKAN POTENSI DAN SUCCESS STORY DESA;
IKHTIAR KESIAPAN IMPLEMENTASI UU DESA DI JAWA TIMUR
Oleh:
Dr. Hary Wahyudi, SH, MSi.
Widyaiswara Madya Badan Diklat Jatim

Abstrak

Diberlakukannya Undang-undang nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014, Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa dari APBN serta Peraturan Mendagri Nomor 111-114 Tahun 2014 yang menjadi Pedoman Teknis dalam Pembangunan Desa, Pengelolaan Keuangan Desa dan Pedoman Teknis Peraturan di Desa. Regulasi ini menjadi peluang bagi setiap desa untuk bisa melakukan pengaturan dan inovasi untuk  mengembangkan setiap potensi desa yang dimilikinya secara mandiri sesuai kebutuhan masing- masing dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Setiap desa memiliki poteni baik potensi fisik yang berupa tanah, air, iklim, lingkungan geografis, binatang ternak, dan sumber daya manusia, serta potensi non-fisik berupa masyarakat dengan corak dan interaksinya. Ada beberapa langkah yang perlu dilakukan agar pelaksanaan pengembangan potensi desa bisa berjalan lancar, efektif dan efisien sesuai dengan potensi yang ada dan kebutuhan masyarakat.

Kata kunci: pengembangan  potensi desa,inovasi, succses story.

A. Latar Belakang
Menurut data yang disajikan Badan Pemberdayaan Masyarakat (BAPEMAS) Jawa Timur. Secara administratif jumlah desa di Jawa Timur mencapai 7.016 desa atau 73,73 % dari jumlah 8.506 desa/kelurahan yang berada di Jawa Timur (BPS 2012). Lebih lanjut jumlah penduduk miskin pada bulan Maret 2013 di Jawa Timur mencapai 5.529.310 jiwa atau turun 1,42% dibandingkan dengan periode tahun 2012. Dari jumlah tersebut, sebagian besar penduduk miskin berada diperdesaan yaitu sebanyak 3.655.760 jiwa (66,12%) dan diperkotaan sebanyak 1.873.550 jiwa (33,88%). Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat di pedesaan masih rendah, yang dilatarbelakangi oleh masih banyak potensi desa yang belum didayagunakan secara optimal, rendahnya kualitas sumber daya manusia di pedesaan, rendahnya aksesibilitas masyarakat pedesaan dalam memperoleh pelayanan dasar untuk mengembangkan usaha ekonomi seperti sumber pembiayaan, informasi, dan teknologi, terbatasnya infrastruktur yang mendukung pengembangan desa dan belum optimalnya fungsi kelembagaan masyarakat yang ada di desa. Terkait dengan hal tersebut dan dalam upaya percepatan peningkatan kesejahteraan masyarakat di pedesaan, maka perlu dilakukan  ikhtiar Pengembangan Kapasitas Kepala Desa untuk Mewujudkan Desa Mandiri dan Sejahtera”. Adapun yang dimaksud dengan Desa mandiri adalah desa yang telah mampu menyelesaikan persoalan kebutuhan dasar warganya dengan mendayagunakan dan mengoptimalkan potensi sumber daya ekonomi (perikanan, pertanian, peternakan, perikanan, industri kecil dan lain-lain), sosial, dan lingkungan hidup untuk kesejahteraan masyarakatnya secara mandiri, serta mewujudkannya untuk kesejahteraan warga desanya.
Lantaran itu, diperlukan pengembangan kapasitas kepemimpinan  SDM kepala desa agar mampu mewujudkan kemandirian masyarakat pedesaan,  mampu mendayagunakan dan mengoptimalkan potensi sumber daya ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup untuk kesejahteraan masyarakat.  Kepala desa didorong untuk mampu meningkatkan partisipasi, daya kreasi dan inovasi masyarakat dalam mendayagunakan potensi ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup di desa. Kepemipinan kepala desa yang mampu menjalankan peran dan fungsi pengaturan desa berdasarkan asas-asas sebagaimana diatur dalam Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, kepala desa agar :
  1. Menjalankan kepemimpinan yang demokratis.
  2. Menjalankan kepemimpinan yang mengutamakan partisipasi masyarakat.
  3. Memajukan desa dalam meningkatkan keadilan sosial
  4. Mampu membuat keputusan desa yang akuntabel.
  5. Membangun transparansi informasi publik
  6. Mampu menjadi pemimpin dalam menata dan mengelola konflik.
  7. Menjadi seorang pemimpin yang menjalankan fungsi negosiasi, mediasi dan menjalin teknik komunikasi yang efektif.
Desa yang mandiri adalah desa yang secara ekonomi atau sosial (partisipasi aktif warga) telah mempunyai kemampuan dalam mengelola dan mengembangkan sumber-sumber ekonomi dan sosial. Desa yang mempunyai inovasi dan daya kreasi dalam mengoptimalkan potensi sumber daya dan kearifan lokal. Desa yang mampu mengembangkan infrastruktur kelembagaan pendukung sesuai dengan dimensi kemandirian yang akan dicapai. Pengembangan infrastruktur kelembagaan dalam hal ini didasarkan pada pengembangan Unit Pengelola Keuangan dan Usaha (UPKu atau UPK).
B. Permasalahan
Mengacu pada uraian dalam latar belakang tersebut diatas, maka perlu difokuskan pada permasalahan “Bagaimanakah  strategi mendorong  kepala desa untuk mengembangkan potensi desa dan potret succses story kepala desa dalam mengembangkan potensi desa di Jawa Timur?
C. Memperkuat Pemerintahan Desa
Secara  filosofis, sosiologis, yuridis sebagaimana diuraikan dalam penjelasan undang undang desa dijelaskannya, bahwasannya Desa atau yang disebut dengan nama lain telah ada sebelum Negara Kesatuan Republik Indonesiaterbentuk. Sebagai bukti keberadaannya, Penjelasan Pasal 18 Undang-Undang Dasar NegaraRepublik Indonesia Tahun 1945 (sebelum perubahan) menyebutkan bahwa “Dalam territori NegaraIndonesia terdapat lebih kurang 250 “Zelfbesturende landschappen” dan “Volksgemeenschappen”,seperti desa di Jawa dan Bali, Nagari di Minangkabau, dusun dan marga di Palembang, dansebagainya. Daerah-daerah itu mempunyai susunan Asli dan oleh karenanya dapat dianggapsebagai daerah yang bersifat istimewa. Negara Republik Indonesia menghormati kedudukan daerah-daerah istimewa tersebut dan segala peraturan negara yang mengenai daerah-daerah ituakan mengingati hak-hak asal usul daerah tersebut”. Oleh sebab itu, keberadaannya wajib tetapdiakui dan diberikan jaminan keberlangsungan hidupnya dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Keberagaman karakteristik dan jenis Desa, atau yang disebut dengan nama lain, tidak menjadi
penghalang bagi para pendiri bangsa (founding fathers) ini untuk menjatuhkan pilihannya pada bentuk negara kesatuan. Meskipun disadari bahwa dalam suatu negara kesatuan perlu terdapat homogenitas, tetapi Negara Kesatuan Republik Indonesia tetap memberikan pengakuan dan jaminan terhadap keberadaan kesatuan masyarakat hukum dan kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya.
Dalam kaitan susunan dan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, setelah perubahan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pengaturan Desa atau disebut dengan nama lain dari segi pemerintahannya mengacu pada ketentuan Pasal 18 ayat (7) yang menegaskan bahwa “Susunan dan tata cara penyelenggaraan Pemerintahan Daerah diatur dalam undang-undang”. Hal itu berarti bahwa Pasal 18 ayat (7) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 membuka kemungkinan adanya susunan pemerintahan dalam sistempemerintahan Indonesia.
Dalam pelaksanaannya, pengaturan mengenai Desa tersebut belum dapat mewadahi segala kepentingan dan kebutuhan masyarakat Desa yang hingga saat ini sudah berjumlah sekitar 73.000 (tujuh puluh tiga ribu) Desa dan sekitar 8.000 (delapan ribu) kelurahan. Selain itu, pelaksanaan pengaturan Desa yang selama ini berlaku sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman, terutama antara lain menyangkut kedudukan masyarakat hukum adat, demokratisasi, keberagaman, partisipasi masyarakat, serta kemajuan dan pemerataan pembangunan sehingga menimbulkan kesenjangan antarwilayah, kemiskinan, dan masalah sosial budaya yang dapat mengganggu keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Undang-Undang ini disusun dengan semangat penerapan amanat konstitusi, yaitu pengaturan
masyarakat hukum adat sesuai dengan ketentuan Pasal 18B ayat (2) untuk diatur dalam susunan pemerintahan sesuai dengan ketentuan Pasal 18 ayat (7). Walaupun demikian, kewenangan kesatuan masyarakat hukum adat mengenai pengaturan hak ulayat merujuk pada ketentuan peraturan perundang-undangan sektoral yang berkaitan.
Dengan konstruksi menggabungkan fungsi self-governing community dengan local self government, diharapkan kesatuan masyarakat hukum adat yang selama ini merupakan bagian dari
wilayah Desa, ditata sedemikian rupa menjadi Desa dan Desa Adat. Desa dan Desa Adat pada dasarnya melakukan tugas yang hampir sama. Sedangkan perbedaannya hanyalah dalam pelaksanaan hak asal¬usul, terutama menyangkut pelestarian sosial Desa Adat, pengaturan dan pengurusan wilayah adat, sidang perdamaian adat, pemeliharaan ketenteraman dan ketertiban bagi masyarakat hukum adat, serta pengaturan pelaksanaan pemerintahan berdasarkan susunan asli.
Permasalahan yang dihadapi oleh Pemerintah Jawa Timur dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, salah satu upaya yang dilakukan adalah melakukan Program Pemberdayaan Potensi Desa/Kelurahan ini dimaksudkan sebagai upaya untuk mengembangkan potensi ekonomi unggulan Desa/Kelurahan. Disamping itu, melalui Pemberdayaan Potensi Desa/Kelurahan diharapkan mampu mewujudkan pengelolaan program penanggulangan kemiskinan secara profesional dan berkelanjutan dengan berbasis pada potensi dan modal sosial lokal sehingga dapat mengembangkan pola-pola baru yang inovatif untuk mengembangkan desa. Pemberdayaan Potensi Desa/Kelurahan dikelola secara terpadu dengan membuka ruang partisipasi antar stakeholders dalam rangka memfasilitasi pemberdayaan maupun pengembangan potensi ekonomi unggulan Desa/ Kelurahan.
Secara spesifik ikhtiar pengembangan kapasitas SDM kepala desa mendorong terwujudnya kemandirian masyarakat Desa/Kelurahan melalui Pengembangan Potensi Unggulan dan Penguatan Kelembagaan serta Pemberdayaan Kelompok Masyarakat (Pokmas), melalui upaya pertama meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan keputusan pembangunan secara terbuka, demokratis dan bertanggung jawab,  mngembangkan kemampuan usaha dan peluang berusaha demi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan warga dan  membentuk dan mengoptimalkan fungsi dan peran Unit Pengelola Keuangan dan Usaha (UPKu) sebagai Lembaga Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat, baik yang bersifat fasilitatif dan memberikan pembinaan Pokmas, terutama pada aspek kelembagaan dan pengembangan usaha. Mengembangkan potensi ekonomi unggulan Desa/Kelurahan yang disesuaikan dengan karateristik tipologi Desa.
Pengembangan Potensi Ekonomi Unggulan Desa disesuaikan dengan karakteristik tipologi Desa dengan fokus kegiatan antara lain meliputi:
Peningkatan Sumber Daya manusia dan Kemampuan Kewirausahaan;
Pengembangan dukungan sarana dan prasarana produksi/ budidaya/ usaha jasa;
Pengembangan Teknologi Tepat Guna untuk Pengolahan dan Pemasaran Hasil;
Penguatan permodalan;  Pengembangan akses informasi dan promosi produk, serta kegiatan lainnya sesuai kebutuhan pengembangan potensi desa.  Pengembangan sinergi peran Dinas/Instansi Provinsi dan Kabupaten/Kota serta stakeholders lainnya dalam memfasilitasi Pemberdayaan Potensi Desa.
Strategi pendampingan oleh stakeholders yang secara operasional dilaksanakan oleh Tenaga Pendamping Masyarakat (TPM) dengan dukungan dan arahan Tenaga Ahli. Pendampingan diorientasikan untuk memfasilitasi proses kegiatan sesuai dengan tahapan. Pendampingan Tenaga Ahli diorientasikan untuk memfasilitasi pengembangan potensi ekonomi unggulan Desa. Pengembangan potensi desa dengan melaksanakan identifikasi Pengembangan Potensi Unggulan Desa, Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) dan Pengembangan Sarana Prasarana. Desa/Kelurahan memiliki potensi dan modal sosial lokal yang bisa dikembangkan menjadi unggulan Wilayah Tahap kedua difokuskan pada penguatan modal UPKu, yang dapat diperoleh dari APBD Provinsi,  APBD Kabupaten/Kota, dan sumber-sumber lainnya yang sah. Peningkatan kualitas dan kuantitas Pokmas dalam pengelolaan usaha. Pengembangan kemitraan Dinas/Instansi Provinsi dan Kabupaten/Kota serta stakeholders lainnya untuk mendukung pengembangan potensi ekonomi unggulan Desa. Tahap ketiga difokuskan pada pemandirian Desa yang difasilitasi oleh Pemerintah Kabupaten/Kota dan pembinaan dari Pemerintah Provinsi.


D. Succses Story
1. Banyuwangi
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banyuwangi menerapkan sistem penganggaran, dan pengawasan program pembangunan desa sistem online. Sistem yang diberi nama e-Village Budgeting (e-VB), dan e-Village Monitoring (e-VM) tersebut, rencananya akan diterapkan kepada 189 desa yang ada di Banyuwangi.
"Kami baru saja melakukan pelatihan beberapa hari untuk kepala desa dan perangkatnya. Kami targetkan, minimal 40 persen desa sudah menerapkannya pada bulan pertama 2015. Setelah itu, bertahap hingga semua menerapkannya pada 2015," kata Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas dalam siaran persnya, Selasa (2/12).
Anas mengatakan , sistem ini ditujukan sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas pembangunan desa sekaligus untuk menyambut UU 6/2014 tentang Desa, di mana ada alokasi anggaran bagi desa cukup besar. Dengan pengelolaan yang baik, kata Anas, dana itu diharapkan bisa berdampak optimal.
Pada dasarnya, e-Village Budgeting (e-VB) merupakan sistem pengelolaan keuangan desa seperti Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD) yang terdapat di kabupaten/kota. Namun, sistem ini berlaku untuk skala desa, dan terhubung langsung dengan Badan Perencanaan Pembangunan Kabupaten (Bappekab).
Sistem e-VB terdiri atas tiga bagian, yaitu perencanaan, tata kelola, dan evaluasi, dimana kesemuanya berbasis online. "Sistemnya sudah siap. Ini termasuk yang pertama di Jawa Timur, bahkan Indonesia," kata bupati berusia 41 tahun itu.
Adapun e-Village Monitoring (e-VM) difungsikan untuk mengawasi program pembangunan di desa, baik program fisik maupun non-fisik.
Anas mengatakan, setelah dihitung, terdapat lebih dari 4.000 program di 189 desa yang ada di kabupaten ujung timur Pulau Jawa tersebut. Untuk pengawasan program fisik, misalnya, setidaknya dibutuhkan tiga kali kunjungan,s sehingga butuh 12.000 kali kunjungan pengawasan.
"Kunjungan sebanyak itu tentu tidak efektif dan efisien. e-Village Monitoring akan sangat membantu karena semua online," ujarnya.
Dalam e-MS, pihak kecamatan akan akan mengambil foto pelaksanaan program. Misalnya, untuk pembangunan jalan mulai dari 0 persen (kondisi jalan belum diperbaiki) hingga 100 persen (jalan telah selesai diperbaiki).
Program fisik akan dipantau melalui sistem IT yang berbasis fitur Google Map. Sehingga kondisi jalan tersebut bisa diketahui khalayak luas, utamanya pihak-pihak terkait yang mengawasi jalannya proyek tersebut.
"Hal ini, untuk menghindari duplikasi bangunan yang dipertanggungjawabkan secara ganda alias meminimalisasi penyimpangan," kata Anas.
Dia mengatakan, secara umum terdapat dua model inovasi Banyuwangi untuk peningkatan tata kelola desa. Pertama, pendekatan berbasis teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dengan e-VB dan e-MS tersebut. "Kami akan belanja bandwidth untuk menunjang program ini," ujar Anas.
Kedua, pengaturan kelembagaan di mana ada pelimpahan wewenang dari Bupati ke Camat untuk melakukan pengawasan secara lebih intensif terkait program-program desa.
"Jadi nanti yang input monitoring semuanya camat. Saya mencoba memotong mata rantai yang terlalu panjang. Sekarang pengaturan kelembagaan itu sedang disusun Peraturan Bupati-nya, akan saya segera tanda tangani sehingga gerak di kecamatan dan desa akan lebih cepat, tidak semuanya harus menunggu Bupati," pungkasnya. (sumber : berita satu)

2. Kab Malang
Desa-desa di Jawa Timur sebagian (kecil) telah mempraktikan self governing dan demokratic governance yang menjanlan prinsip partisipatif, demokratis, transparansi dan akuntabel, semisal desa Gondangwangi Kec Wagir Kab Malang. Bechmarking to best parctice dari desa Gondangwangi diantaranya mampu menjalankan  good governance sekaligus mengembangan potensi yang sangat khas lokalitas desa setempat yakni wayang krucil dan menerapkan nilai-nilai yang terkandung didalamnya. I tradisi Wayang Krucil di Desa Gondowangi Kecamatan Wagir  Kabupaten Malang mempunyai nilai-nilai budaya yang tinggi.    Kesenian ini tak hanya mengangkat cerita-cerita sejarah, tetapi juga memuat aspek moral dan etika. Sekaligus berperan sebagai media hiburan rakyat. Di Malang, Wayang Krucil pernah menjadi tontonan yang populer, setara dengan topeng Malang (di Kecamatan Pakisaji) bersaing dengan wayang purwa/kulit. Namun, saat jenis hiburan lain yang lebih modern menjamur, Wayang Krucil semakin tergusur. Sekarang pementasan-pementasan Wayang Krucil semakin sulit dijumpai. Kecuali, dalam acara-acara ritual yang berkait dengan bersih desa dan nadar. Padahal, kesenian ini masih banyak dijumpai hingga masa 1960-an. Pada puncak kejayaannya, Wayang Krucil tersebar hampir di seluruh daerah (desa dan kecamatan) berawal dari Kabupaten Nganjuk, kemudian ke Kabupaten Kediri, dan menyebar sampai di kawasan Kabupaten Malang. Namun, saat ini tinggal tersisa beberapa saja. Salah satunya, Wayang Krucil milik Paguyuban Mardi Laras di Desa Garu Kecamatan Baron, sekitar 15 kilometer sebelah timur Kota Nganjuk, dan Wayang Krucil milik Mbah Yem/Pak Jain di dukuh Wiloso Desa Gondowangi Kecamatan Wagir Kabupaten Malang, terletak di 10 Km arah Barat Kota Malang Wayang Krucil yang ada di desa Gondowangi itu menjadi satu-satunya wayang krucil yang paling lengkap (utuh) berjumlah 75 buah,walaupun yang 3 buah dalam kondisi rusak. Sedangkan di desa Garu Kabupaten Nganjuktidak lengkap tapi masih terawat gamelan aslinya, sedangkan di desa lainnya sudah punah dan tak memiliki pewaris lagi. Pelaku seni tradisi atau dalang Wayang Krucil Desa Gondowangi tinggal satu orang, yaitu Bapak jain anak kandung dari Bapak Karlin, Dalang Wayang Krucil yang sudah wafat, di Garu ini tinggal seorang, yaitu Ki Sudiono, yang merupakan dalang Wayang Krucil turun-temurun. Di desa Gondowangi Kecamatan Wagir ini, Wayang Krucil ini dianggap sebagai bagian dari keberadaan desa sehingga berlangsung perawatan turun-temurun, wayang krucil sebagai benda pusaka yang dianggap sakral, sehingga harus selalu dipentaskan dalam upacara syawalan (setiap minggu awal bulan Syawal) setahun sekali. Kesakralan dan malati Wayang Krucil di Gondowangi ini terwujud dalam bentuk upacara pagelaran yang harus disertai sesajen khusus, dan dibacakan mantra oleh mbah Yem (pemilik turun temurun). Wayang Krucil dibuat dari kayu pule atau Mentaos berbentuk pipih. Mula-mula, kayu dipotong dan dibuat papan agak tebal, 3 cm. Setelah itu, papan kayu diberi gambar, diukir dan diberi cat sesuai tokoh wayang yang akan dibuat. “Kayu pule atau Mentaos memiliki serat halus, kalau dibuat wayang hasilnya bagus. Namun, kayu ini sekarang susah didapat,” ujar Pak Arbai tokoh masyarakat dukuh Wiloso Desa Gondowangi yang peduli terhadap pelestarian wayang krucil. Wayang Krucil, memiliki ketebalan 2 -3 centimeter, boleh dikatakan, bentuk Wayang Krucil mengarah tiga demensi. Karena itu, karakter tokoh-tokoh pada Wayang Krucil terkesan lebih bernyawa dibanding Wayang Kulit.

3. Batu
1. Desa Gunungsari
    Potensi keunikan kesenian tradisional diantaranya kesenian terbang jidor, pencak silat, bantengan, wayang kulit, karawitan dan kuda lumping, upacara adat selametan desa. - Aksesibilitas relatif mudah yaitu dapat ditempuh dengan menggunakan angkutan kota (angkot), kondisi jalan relatif buruk dibandingkan desa–desa lain di Kota Batu dan perlu perbaikan dan peningkatan kualitas jalan menjadi jalan aspal. Jarak tempuh dari pusat Kota Batu antara 5–8 km dengan waktu tempuh kurang dari 1 jam. Tidak mempunyai sarana prasarana pendukung akomodasi
2. Desa Punten
 Potensi wisata: kampung wisata kungkuk Kampung wisata Kungkuk memiliki potensi alam dan lingkungan yang eksotis sebuah dusun di kawasan perbukitan mempunyai luas sekitar 14 ha, pasar bunga hias, menikmati keindahan panorama alam, wisata petualangan tracking/mendaki, wisata jelajah alam (hash) dengan suasana pedesaan yang masih asri; - Potensi keunikan kesenian tradisional Kuda Lumping, Jaran Dor, Sanduk, Terbang Jidor, Pencak Silat dan Reog–Senterewe, upacara adat yang masih dipertahankan oleh masyarakat Desa Punten adalah gerebeg desa (selametan desa);  Aksesibilitas mudah dapat ditempuh langsung dari pusat Kota Batu dalam waktu kurang darisatu jam dengan jarak sekitar 5–7 km. Kondisi jalan lingkungan jalan baik.
3. Desa Tulungrejo
  Potensi keunikan kesenian tradisional antara lain Reog, Campursari, Kuda Lumping, Jaran Dor, Sanduk, Terbang Jidor, Pencak Silat dan Karawitan, upacara adat selametan desa; yang diadakan setahun sekali pada hari Senin . Potensi keunikan bangunan bersejarah yang Hotel Wisma Bima Sakti di kawasan Taman Rekreasi Selecta dan Kantor Desa Tulungrejo

E.Penutup
Pembangunan Desa bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui penyediaan pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan. Untuk itu, Undang-Undang ini menggunakan 2 (dua) pendekatan, yaitu „Desa membangun‟ dan „membangun Desa‟. Pembangunan Desa dilaksanakan oleh Pemerintah Desa dan masyarakat Desa dengan semangat gotong royong serta memanfaatkan kearifan lokal dan sumber daya alam Desa. Pelaksanaan program sektor yang masuk ke Desa diinformasikan kepada Pemerintah Desa dan diintegrasikan dengan rencana Pembangunan Desa. Masyarakat Desa berhak mendapatkan informasi dan melakukan pemantauan mengenai rencana dan pelaksanaan Pembangunan Desa. Pemerintah Desa di jawa Timur dengan potensi perangkat dan sumber daya desa, tidak hanya menyambut undang-undang desa namun siap melaksanakan dengan peraturan perundangan yang dipahaminya.


DAFTAR PUSTAKA

Strategi pengembangan Potensi DanProgram Desa Binaan/Mitra Kerja IAIN  Sunan Kalijaga Yogyakarta
Aplikasia, Jumal Aplikasi llmu-ilmu Agama, Vol. II, No. 2 Desember 2001:197
Web.Bapemas Pemerintah Propinsi Jawa Timur. (www.Bapemas.jatim.go.id).
Web.Pemerintah Kabupaten Banyuwangi (www.banyuwangi.kab.go.id)
Web.Pemerintah Kota Batu (www.batu.kota.go.id)
www.gondangwangi,des.id
Program Pemberdayaan Potensi Desa/Kelurahan.Surabaya:Bapermas Jawa Timur  (2014)