MENGEMBANGKAN POTENSI DAN SUCCESS STORY DESA;
IKHTIAR KESIAPAN
IMPLEMENTASI UU DESA DI JAWA TIMUR
Oleh:
Dr. Hary Wahyudi, SH, MSi.
Widyaiswara Madya Badan
Diklat Jatim
Abstrak
Diberlakukannya Undang-undang nomor 6 tahun 2014
tentang Desa, Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014, Peraturan Pemerintah
Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa dari APBN serta Peraturan Mendagri Nomor
111-114 Tahun 2014 yang menjadi Pedoman Teknis dalam Pembangunan Desa,
Pengelolaan Keuangan Desa dan Pedoman Teknis Peraturan di Desa. Regulasi ini menjadi
peluang bagi setiap desa untuk bisa melakukan pengaturan dan inovasi untuk mengembangkan setiap potensi desa yang
dimilikinya secara mandiri sesuai kebutuhan masing- masing dalam rangka mewujudkan
kesejahteraan masyarakat. Setiap desa memiliki poteni baik potensi fisik yang
berupa tanah, air, iklim, lingkungan geografis, binatang ternak, dan sumber
daya manusia, serta potensi non-fisik berupa masyarakat dengan corak dan
interaksinya. Ada beberapa langkah yang perlu dilakukan agar pelaksanaan
pengembangan potensi desa bisa berjalan lancar, efektif dan efisien sesuai
dengan potensi yang ada dan kebutuhan masyarakat.
Kata kunci: pengembangan
potensi desa,inovasi, succses story.
A. Latar Belakang
Menurut data yang disajikan Badan Pemberdayaan Masyarakat (BAPEMAS)
Jawa Timur. Secara administratif jumlah desa di Jawa Timur mencapai 7.016 desa
atau 73,73 % dari jumlah 8.506 desa/kelurahan yang berada di Jawa Timur (BPS 2012).
Lebih lanjut jumlah penduduk miskin pada bulan Maret 2013 di Jawa Timur
mencapai 5.529.310 jiwa atau turun 1,42% dibandingkan dengan periode tahun 2012.
Dari jumlah tersebut, sebagian besar penduduk miskin berada diperdesaan yaitu
sebanyak 3.655.760 jiwa (66,12%) dan diperkotaan sebanyak 1.873.550 jiwa
(33,88%). Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat di
pedesaan masih rendah, yang dilatarbelakangi oleh masih banyak potensi desa
yang belum didayagunakan secara optimal, rendahnya kualitas sumber daya manusia
di pedesaan, rendahnya aksesibilitas masyarakat pedesaan dalam memperoleh
pelayanan dasar untuk mengembangkan usaha ekonomi seperti sumber pembiayaan,
informasi, dan teknologi, terbatasnya infrastruktur yang mendukung pengembangan
desa dan belum optimalnya fungsi kelembagaan masyarakat yang ada di desa.
Terkait dengan hal tersebut dan dalam upaya percepatan peningkatan
kesejahteraan masyarakat di pedesaan, maka perlu dilakukan ikhtiar Pengembangan Kapasitas Kepala Desa untuk Mewujudkan
Desa Mandiri dan Sejahtera”. Adapun yang dimaksud dengan Desa
mandiri adalah desa yang telah mampu menyelesaikan persoalan
kebutuhan dasar warganya dengan mendayagunakan dan mengoptimalkan potensi
sumber daya ekonomi (perikanan, pertanian, peternakan, perikanan, industri
kecil dan lain-lain), sosial, dan lingkungan hidup untuk kesejahteraan
masyarakatnya secara mandiri, serta mewujudkannya untuk kesejahteraan warga
desanya.
Lantaran itu,
diperlukan pengembangan kapasitas kepemimpinan
SDM kepala desa agar mampu mewujudkan kemandirian masyarakat pedesaan, mampu mendayagunakan dan mengoptimalkan
potensi sumber daya ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup untuk kesejahteraan
masyarakat. Kepala desa didorong untuk
mampu meningkatkan partisipasi, daya kreasi dan inovasi masyarakat dalam
mendayagunakan potensi ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup di desa.
Kepemipinan kepala desa yang mampu menjalankan peran dan fungsi pengaturan desa
berdasarkan asas-asas sebagaimana diatur dalam Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014
tentang Desa, kepala desa agar :
- Menjalankan kepemimpinan yang demokratis.
- Menjalankan kepemimpinan yang mengutamakan partisipasi masyarakat.
- Memajukan desa dalam meningkatkan keadilan sosial
- Mampu membuat keputusan desa yang akuntabel.
- Membangun transparansi informasi publik
- Mampu menjadi pemimpin dalam menata dan mengelola konflik.
- Menjadi seorang pemimpin yang menjalankan fungsi negosiasi, mediasi dan menjalin teknik komunikasi yang efektif.
Desa yang mandiri adalah desa yang secara ekonomi atau sosial (partisipasi aktif
warga) telah mempunyai kemampuan dalam mengelola dan mengembangkan
sumber-sumber ekonomi dan sosial. Desa yang mempunyai inovasi dan daya kreasi
dalam mengoptimalkan potensi sumber daya dan kearifan lokal. Desa yang mampu
mengembangkan infrastruktur kelembagaan pendukung sesuai dengan dimensi
kemandirian yang akan dicapai. Pengembangan infrastruktur kelembagaan dalam hal
ini didasarkan pada pengembangan Unit Pengelola Keuangan dan Usaha (UPKu atau
UPK).
B. Permasalahan
Mengacu pada uraian dalam
latar belakang tersebut diatas, maka perlu difokuskan pada permasalahan
“Bagaimanakah strategi mendorong kepala desa untuk mengembangkan potensi desa
dan potret succses story kepala desa
dalam mengembangkan potensi desa di Jawa Timur?
C. Memperkuat
Pemerintahan Desa
Secara
filosofis, sosiologis, yuridis sebagaimana diuraikan dalam penjelasan
undang undang desa dijelaskannya, bahwasannya Desa atau yang disebut dengan
nama lain telah ada sebelum Negara Kesatuan Republik Indonesiaterbentuk.
Sebagai bukti keberadaannya, Penjelasan Pasal 18 Undang-Undang Dasar
NegaraRepublik Indonesia Tahun 1945 (sebelum perubahan) menyebutkan bahwa
“Dalam territori NegaraIndonesia terdapat lebih kurang 250 “Zelfbesturende
landschappen” dan “Volksgemeenschappen”,seperti
desa di Jawa dan Bali, Nagari di Minangkabau, dusun dan marga di Palembang,
dansebagainya. Daerah-daerah itu mempunyai susunan Asli dan oleh karenanya
dapat dianggapsebagai daerah yang bersifat istimewa. Negara Republik Indonesia
menghormati kedudukan daerah-daerah istimewa tersebut dan segala peraturan negara
yang mengenai daerah-daerah ituakan mengingati hak-hak asal usul daerah
tersebut”. Oleh sebab itu, keberadaannya wajib tetapdiakui dan diberikan
jaminan keberlangsungan hidupnya dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Keberagaman karakteristik dan jenis Desa, atau yang
disebut dengan nama lain, tidak menjadi
penghalang bagi para pendiri bangsa (founding fathers)
ini untuk menjatuhkan pilihannya pada bentuk negara kesatuan. Meskipun disadari
bahwa dalam suatu negara kesatuan perlu terdapat homogenitas, tetapi Negara
Kesatuan Republik Indonesia tetap memberikan pengakuan dan jaminan terhadap
keberadaan kesatuan masyarakat hukum dan kesatuan masyarakat hukum adat beserta
hak tradisionalnya.
Dalam kaitan susunan dan penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah, setelah perubahan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
pengaturan Desa atau disebut dengan nama lain dari segi pemerintahannya mengacu
pada ketentuan Pasal 18 ayat (7) yang menegaskan bahwa “Susunan dan tata cara
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah diatur dalam undang-undang”. Hal itu
berarti bahwa Pasal 18 ayat (7) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 membuka kemungkinan adanya susunan pemerintahan dalam
sistempemerintahan Indonesia.
Dalam pelaksanaannya, pengaturan mengenai Desa
tersebut belum dapat mewadahi segala kepentingan dan kebutuhan masyarakat Desa
yang hingga saat ini sudah berjumlah sekitar 73.000 (tujuh puluh tiga ribu)
Desa dan sekitar 8.000 (delapan ribu) kelurahan. Selain itu, pelaksanaan pengaturan
Desa yang selama ini berlaku sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman,
terutama antara lain menyangkut kedudukan masyarakat hukum adat, demokratisasi,
keberagaman, partisipasi masyarakat, serta kemajuan dan pemerataan pembangunan
sehingga menimbulkan kesenjangan antarwilayah, kemiskinan, dan masalah sosial
budaya yang dapat mengganggu keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Undang-Undang ini disusun dengan semangat penerapan
amanat konstitusi, yaitu pengaturan
masyarakat hukum adat sesuai dengan ketentuan Pasal
18B ayat (2) untuk diatur dalam susunan pemerintahan sesuai dengan ketentuan
Pasal 18 ayat (7). Walaupun demikian, kewenangan kesatuan masyarakat hukum adat
mengenai pengaturan hak ulayat merujuk pada ketentuan peraturan
perundang-undangan sektoral yang berkaitan.
Dengan konstruksi menggabungkan fungsi self-governing community dengan local self government, diharapkan
kesatuan masyarakat hukum adat yang selama ini merupakan bagian dari
wilayah Desa, ditata sedemikian rupa menjadi Desa dan
Desa Adat. Desa dan Desa Adat pada dasarnya melakukan tugas yang hampir sama.
Sedangkan perbedaannya hanyalah dalam pelaksanaan hak asal¬usul, terutama
menyangkut pelestarian sosial Desa Adat, pengaturan dan pengurusan wilayah
adat, sidang perdamaian adat, pemeliharaan ketenteraman dan ketertiban bagi masyarakat
hukum adat, serta pengaturan pelaksanaan pemerintahan berdasarkan susunan asli.
Permasalahan yang dihadapi oleh
Pemerintah Jawa Timur dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, salah
satu upaya yang dilakukan adalah melakukan Program Pemberdayaan Potensi
Desa/Kelurahan ini dimaksudkan sebagai upaya untuk mengembangkan potensi
ekonomi unggulan Desa/Kelurahan. Disamping itu, melalui Pemberdayaan Potensi
Desa/Kelurahan diharapkan mampu mewujudkan pengelolaan program penanggulangan
kemiskinan secara profesional dan berkelanjutan dengan berbasis pada potensi
dan modal sosial lokal sehingga dapat mengembangkan pola-pola baru yang
inovatif untuk mengembangkan desa. Pemberdayaan Potensi Desa/Kelurahan dikelola
secara terpadu dengan membuka ruang partisipasi antar stakeholders dalam rangka
memfasilitasi pemberdayaan maupun pengembangan potensi ekonomi unggulan Desa/
Kelurahan.
Secara spesifik
ikhtiar pengembangan kapasitas SDM kepala desa mendorong terwujudnya
kemandirian masyarakat Desa/Kelurahan melalui Pengembangan Potensi Unggulan dan
Penguatan Kelembagaan serta Pemberdayaan Kelompok Masyarakat (Pokmas), melalui
upaya pertama meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan keputusan
pembangunan secara terbuka, demokratis dan bertanggung jawab, mngembangkan kemampuan usaha dan peluang
berusaha demi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan warga dan membentuk dan mengoptimalkan fungsi dan peran
Unit Pengelola Keuangan dan Usaha (UPKu) sebagai Lembaga Pemberdayaan Ekonomi
Masyarakat, baik yang bersifat fasilitatif dan memberikan pembinaan Pokmas,
terutama pada aspek kelembagaan dan pengembangan usaha. Mengembangkan potensi
ekonomi unggulan Desa/Kelurahan yang disesuaikan dengan karateristik tipologi
Desa.
Pengembangan Potensi Ekonomi
Unggulan Desa disesuaikan dengan karakteristik tipologi Desa dengan fokus
kegiatan antara lain meliputi:
Peningkatan Sumber Daya manusia dan Kemampuan Kewirausahaan;
Pengembangan dukungan sarana dan prasarana produksi/ budidaya/ usaha jasa;
Pengembangan Teknologi Tepat Guna untuk Pengolahan dan Pemasaran Hasil;
Penguatan permodalan; Pengembangan akses informasi dan promosi produk, serta kegiatan lainnya sesuai kebutuhan pengembangan potensi desa. Pengembangan sinergi peran Dinas/Instansi Provinsi dan Kabupaten/Kota serta stakeholders lainnya dalam memfasilitasi Pemberdayaan Potensi Desa.
Peningkatan Sumber Daya manusia dan Kemampuan Kewirausahaan;
Pengembangan dukungan sarana dan prasarana produksi/ budidaya/ usaha jasa;
Pengembangan Teknologi Tepat Guna untuk Pengolahan dan Pemasaran Hasil;
Penguatan permodalan; Pengembangan akses informasi dan promosi produk, serta kegiatan lainnya sesuai kebutuhan pengembangan potensi desa. Pengembangan sinergi peran Dinas/Instansi Provinsi dan Kabupaten/Kota serta stakeholders lainnya dalam memfasilitasi Pemberdayaan Potensi Desa.
Strategi pendampingan
oleh stakeholders yang secara
operasional dilaksanakan oleh Tenaga Pendamping Masyarakat (TPM) dengan
dukungan dan arahan Tenaga Ahli. Pendampingan diorientasikan untuk
memfasilitasi proses kegiatan sesuai dengan tahapan. Pendampingan Tenaga Ahli
diorientasikan untuk memfasilitasi pengembangan potensi ekonomi unggulan Desa.
Pengembangan potensi desa dengan melaksanakan identifikasi Pengembangan Potensi
Unggulan Desa, Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) dan Pengembangan Sarana
Prasarana. Desa/Kelurahan memiliki potensi dan modal sosial lokal yang bisa
dikembangkan menjadi unggulan Wilayah Tahap kedua difokuskan pada penguatan
modal UPKu, yang dapat diperoleh dari APBD Provinsi, APBD Kabupaten/Kota,
dan sumber-sumber lainnya yang sah. Peningkatan kualitas dan kuantitas Pokmas
dalam pengelolaan usaha. Pengembangan kemitraan Dinas/Instansi Provinsi dan
Kabupaten/Kota serta stakeholders lainnya untuk mendukung pengembangan potensi
ekonomi unggulan Desa. Tahap ketiga difokuskan pada
pemandirian Desa yang difasilitasi oleh Pemerintah Kabupaten/Kota dan pembinaan
dari Pemerintah Provinsi.
D. Succses Story
1. Banyuwangi
Pemerintah Kabupaten
(Pemkab) Banyuwangi menerapkan sistem penganggaran, dan pengawasan program
pembangunan desa sistem online. Sistem yang diberi nama e-Village
Budgeting (e-VB), dan e-Village Monitoring (e-VM) tersebut,
rencananya akan diterapkan kepada 189 desa yang ada di Banyuwangi.
"Kami baru saja
melakukan pelatihan beberapa hari untuk kepala desa dan perangkatnya. Kami
targetkan, minimal 40 persen desa sudah menerapkannya pada bulan pertama 2015.
Setelah itu, bertahap hingga semua menerapkannya pada 2015," kata Bupati
Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas dalam siaran persnya, Selasa (2/12).
Anas mengatakan , sistem
ini ditujukan sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas pembangunan desa
sekaligus untuk menyambut UU 6/2014 tentang Desa, di mana ada alokasi anggaran
bagi desa cukup besar. Dengan pengelolaan yang baik, kata Anas, dana itu
diharapkan bisa berdampak optimal.
Pada dasarnya, e-Village
Budgeting (e-VB) merupakan sistem pengelolaan keuangan desa seperti
Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD) yang terdapat di
kabupaten/kota. Namun, sistem ini berlaku untuk skala desa, dan terhubung
langsung dengan Badan Perencanaan Pembangunan Kabupaten (Bappekab).
Sistem e-VB terdiri
atas tiga bagian, yaitu perencanaan, tata kelola, dan evaluasi, dimana
kesemuanya berbasis online. "Sistemnya sudah siap. Ini termasuk yang
pertama di Jawa Timur, bahkan Indonesia," kata bupati berusia 41 tahun
itu.
Adapun e-Village
Monitoring (e-VM) difungsikan untuk mengawasi program pembangunan di
desa, baik program fisik maupun non-fisik.
Anas mengatakan, setelah
dihitung, terdapat lebih dari 4.000 program di 189 desa yang ada di kabupaten
ujung timur Pulau Jawa tersebut. Untuk pengawasan program fisik, misalnya,
setidaknya dibutuhkan tiga kali kunjungan,s sehingga butuh 12.000 kali
kunjungan pengawasan.
"Kunjungan sebanyak
itu tentu tidak efektif dan efisien. e-Village Monitoring akan
sangat membantu karena semua online," ujarnya.
Dalam e-MS,
pihak kecamatan akan akan mengambil foto pelaksanaan program. Misalnya, untuk
pembangunan jalan mulai dari 0 persen (kondisi jalan belum diperbaiki) hingga
100 persen (jalan telah selesai diperbaiki).
Program fisik akan
dipantau melalui sistem IT yang berbasis fitur Google Map. Sehingga
kondisi jalan tersebut bisa diketahui khalayak luas, utamanya pihak-pihak
terkait yang mengawasi jalannya proyek tersebut.
"Hal ini, untuk
menghindari duplikasi bangunan yang dipertanggungjawabkan secara ganda alias
meminimalisasi penyimpangan," kata Anas.
Dia mengatakan, secara
umum terdapat dua model inovasi Banyuwangi untuk peningkatan tata kelola desa.
Pertama, pendekatan berbasis teknologi informasi dan komunikasi (TIK)
dengan e-VB dan e-MS tersebut. "Kami
akan belanja bandwidth untuk menunjang program ini," ujar
Anas.
Kedua, pengaturan
kelembagaan di mana ada pelimpahan wewenang dari Bupati ke Camat untuk
melakukan pengawasan secara lebih intensif terkait program-program desa.
"Jadi nanti yang
input monitoring semuanya camat. Saya mencoba memotong mata rantai yang terlalu
panjang. Sekarang pengaturan kelembagaan itu sedang disusun Peraturan
Bupati-nya, akan saya segera tanda tangani sehingga gerak di kecamatan dan desa
akan lebih cepat, tidak semuanya harus menunggu Bupati," pungkasnya.
(sumber : berita satu)
2.
Kab Malang
Desa-desa di
Jawa Timur sebagian (kecil) telah mempraktikan self governing dan demokratic
governance yang menjanlan prinsip partisipatif, demokratis, transparansi
dan akuntabel, semisal desa Gondangwangi Kec Wagir Kab Malang. Bechmarking to best parctice dari desa
Gondangwangi diantaranya mampu menjalankan
good governance sekaligus mengembangan potensi yang sangat khas
lokalitas desa setempat yakni wayang krucil dan menerapkan nilai-nilai yang
terkandung didalamnya. I tradisi Wayang
Krucil di Desa Gondowangi Kecamatan Wagir Kabupaten Malang mempunyai
nilai-nilai budaya yang tinggi. Kesenian ini tak hanya
mengangkat cerita-cerita sejarah, tetapi juga memuat aspek moral dan etika.
Sekaligus berperan sebagai media hiburan rakyat. Di Malang, Wayang Krucil
pernah menjadi tontonan yang populer, setara dengan topeng Malang (di Kecamatan
Pakisaji) bersaing dengan wayang purwa/kulit. Namun, saat jenis hiburan lain
yang lebih modern menjamur, Wayang Krucil semakin tergusur. Sekarang
pementasan-pementasan Wayang Krucil semakin sulit dijumpai. Kecuali, dalam
acara-acara ritual yang berkait dengan bersih desa dan nadar. Padahal, kesenian
ini masih banyak dijumpai hingga masa 1960-an. Pada puncak kejayaannya, Wayang
Krucil tersebar hampir di seluruh daerah (desa dan kecamatan) berawal dari Kabupaten
Nganjuk, kemudian ke Kabupaten Kediri, dan menyebar sampai di kawasan Kabupaten
Malang. Namun, saat ini tinggal tersisa beberapa saja. Salah satunya, Wayang
Krucil milik Paguyuban Mardi Laras di Desa Garu Kecamatan Baron, sekitar 15
kilometer sebelah timur Kota Nganjuk, dan Wayang Krucil milik Mbah Yem/Pak Jain
di dukuh Wiloso Desa Gondowangi Kecamatan Wagir Kabupaten Malang, terletak di
10 Km arah Barat Kota Malang Wayang Krucil yang ada di desa Gondowangi itu
menjadi satu-satunya wayang krucil yang paling lengkap (utuh) berjumlah 75
buah,walaupun yang 3 buah dalam kondisi rusak. Sedangkan di desa Garu Kabupaten
Nganjuktidak lengkap tapi masih terawat gamelan aslinya, sedangkan di desa
lainnya sudah punah dan tak memiliki pewaris lagi. Pelaku seni tradisi atau
dalang Wayang Krucil Desa Gondowangi tinggal satu orang, yaitu Bapak jain anak
kandung dari Bapak Karlin, Dalang Wayang Krucil yang sudah wafat, di Garu ini
tinggal seorang, yaitu Ki Sudiono, yang merupakan dalang Wayang Krucil
turun-temurun. Di desa Gondowangi Kecamatan Wagir ini, Wayang Krucil ini
dianggap sebagai bagian dari keberadaan desa sehingga berlangsung perawatan
turun-temurun, wayang krucil sebagai benda pusaka yang dianggap sakral,
sehingga harus selalu dipentaskan dalam upacara syawalan (setiap minggu awal
bulan Syawal) setahun sekali. Kesakralan dan malati Wayang Krucil di Gondowangi
ini terwujud dalam bentuk upacara pagelaran yang harus disertai sesajen khusus,
dan dibacakan mantra oleh mbah Yem (pemilik turun temurun). Wayang Krucil
dibuat dari kayu pule atau Mentaos berbentuk pipih. Mula-mula, kayu dipotong
dan dibuat papan agak tebal, 3 cm. Setelah itu, papan kayu diberi gambar,
diukir dan diberi cat sesuai tokoh wayang yang akan dibuat. “Kayu pule atau
Mentaos memiliki serat halus, kalau dibuat wayang hasilnya bagus. Namun, kayu
ini sekarang susah didapat,” ujar Pak Arbai tokoh masyarakat dukuh Wiloso Desa
Gondowangi yang peduli terhadap pelestarian wayang krucil. Wayang Krucil,
memiliki ketebalan 2 -3 centimeter, boleh dikatakan, bentuk Wayang Krucil
mengarah tiga demensi. Karena itu, karakter tokoh-tokoh pada Wayang Krucil
terkesan lebih bernyawa dibanding Wayang Kulit.
3.
Batu
1. Desa Gunungsari
Potensi keunikan kesenian tradisional
diantaranya kesenian terbang jidor, pencak silat, bantengan, wayang kulit,
karawitan dan kuda lumping, upacara adat selametan desa. - Aksesibilitas
relatif mudah yaitu dapat ditempuh dengan menggunakan angkutan kota (angkot),
kondisi jalan relatif buruk dibandingkan desa–desa lain di Kota Batu dan perlu
perbaikan dan peningkatan kualitas jalan menjadi jalan aspal. Jarak tempuh dari
pusat Kota Batu antara 5–8 km dengan waktu tempuh kurang dari 1 jam. Tidak
mempunyai sarana prasarana pendukung akomodasi
2. Desa Punten
Potensi wisata: kampung wisata kungkuk Kampung
wisata Kungkuk memiliki potensi alam dan lingkungan yang eksotis sebuah dusun
di kawasan perbukitan mempunyai luas sekitar 14 ha, pasar bunga hias, menikmati
keindahan panorama alam, wisata petualangan tracking/mendaki, wisata
jelajah alam (hash) dengan suasana pedesaan yang masih asri; - Potensi keunikan
kesenian tradisional Kuda Lumping, Jaran Dor, Sanduk, Terbang Jidor, Pencak
Silat dan Reog–Senterewe, upacara adat yang masih dipertahankan oleh masyarakat
Desa Punten adalah gerebeg desa (selametan desa); Aksesibilitas mudah dapat ditempuh langsung
dari pusat Kota Batu dalam waktu kurang darisatu jam dengan jarak sekitar 5–7
km. Kondisi jalan lingkungan jalan baik.
3. Desa Tulungrejo
Potensi keunikan kesenian tradisional antara lain Reog, Campursari, Kuda
Lumping, Jaran Dor, Sanduk, Terbang Jidor, Pencak Silat dan Karawitan, upacara
adat selametan desa; yang diadakan setahun sekali pada hari Senin . Potensi
keunikan bangunan bersejarah yang Hotel Wisma Bima Sakti di kawasan Taman Rekreasi
Selecta dan Kantor Desa Tulungrejo
E.Penutup
Pembangunan
Desa bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa dan kualitas hidup manusia
serta penanggulangan kemiskinan melalui penyediaan pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan
sarana dan prasarana, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber
daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan. Untuk itu, Undang-Undang ini menggunakan
2 (dua) pendekatan, yaitu „Desa membangun‟ dan „membangun Desa‟. Pembangunan
Desa dilaksanakan oleh Pemerintah Desa dan masyarakat Desa dengan semangat gotong
royong serta memanfaatkan kearifan lokal dan sumber daya alam Desa. Pelaksanaan program
sektor yang masuk ke Desa diinformasikan kepada Pemerintah Desa dan
diintegrasikan dengan rencana Pembangunan Desa. Masyarakat Desa
berhak mendapatkan informasi dan melakukan
pemantauan mengenai rencana dan pelaksanaan Pembangunan Desa. Pemerintah Desa di
jawa Timur dengan potensi perangkat dan sumber daya desa, tidak hanya menyambut
undang-undang desa namun siap melaksanakan dengan peraturan perundangan yang
dipahaminya.
DAFTAR
PUSTAKA
Strategi pengembangan
Potensi DanProgram Desa Binaan/Mitra Kerja IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Aplikasia, Jumal
Aplikasi llmu-ilmu Agama, Vol. II, No. 2 Desember 2001:197
Web.Bapemas Pemerintah
Propinsi Jawa Timur. (www.Bapemas.jatim.go.id).
Web.Pemerintah
Kabupaten Banyuwangi (www.banyuwangi.kab.go.id)
Web.Pemerintah
Kota Batu (www.batu.kota.go.id)
www.gondangwangi,des.id
Program
Pemberdayaan Potensi Desa/Kelurahan.Surabaya:Bapermas Jawa Timur (2014)